Saturday, May 23, 2009

Kapal Kertas

Date: May 1999

Sempat pada tulisan saya yang lalu (Re: Islam Agamaku), saya menyinggung kejadian Adam. Dapat disimpulkan di situ bahwa dia bukan manusia pertama, melainkan manusia pertama yang mampu membuktikan ajaran tuhan dengan pembentukan kehidupan sosial seindah taman. Termasuk di dalamnya pembuktian setaranya kaum feminin (gambaran: tulang rusuk). Cerita ini sempat diteruskan di Quran dengan terjerumusnya Adam dan masyarakatnya dalam menghadapi tantangan kehidupan mereka (gambaran: makan buah kuldi). Adam sadar tentang ini dan menjadi sangat malu (gambaran: telanjang) sehingga dia sanggup merombak diri dan masyarakatnya kembali.

Ajaran tuhan tetap konsisten dari Adam sampai ke Muhamad. Namun sejarah belum mampu menelusuri sejauh itu. Anda tahu, demi mempertahankan kekuasaannya, manusia sudi berbuat apapun, hal seperti menggelapkan informasi atau sejarah sudah sangat lumrah sekali, tidak hanya Suharto saja yang bisa berbuat seperti itu.

Sejauh yang bisa saya ketahui, Romawi berperan besar dalam merusak Kristen. Pada tahap awal, Romawi memerangi orang Kristen. Sangat banyak darah mengalir, namun mereka tidak berhasil menghancurkan Kristen. Kenapa? Karena Kristen adalah sebuah ide. Seperti energi, ide tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Pol Pot pun pernah mencoba hal serupa.

Romawi mengubah taktik dengan merangkul Kristen. Tidak hanya merangkul sebenarnya. Melalui konsili-konsili yang disponsorinya, diterbitkan doktrin-doktrin pemecah belah umat Kristen, seperti Trinitas (jargon yang tidak disebut dalam Injil sendiri). Romawi adalah sambungan alam pikir Yunani. Yunani persudut pandang memanusiakan tuhan (anthropomorphic), dan mereka adalah hedonis tulen. Mereka akan berusaha keras mencari kesempatan untuk berpesta pora. Beberapa tanggal pesta mereka, berhasil mereka jubahi dengan warna Kristen, misalnya Natal.

Romawi berhasil mengubah sudut pandang dari 'mempelajari ajaran tuhan' menjadi 'mempelajari tuhan' melalui proses Helenisasi di atas. Sudut pandang mempelajari tuhan adalah fatal. Manusia hanya dibekali akal untuk mengambil keputusan untuk memilih jalan kehidupan (gambaran: kejadian Adam). Sedangkan akal tidak akan mampu mendefinisikan tuhan. Tuhan hanya bisa didefinisikan dengan kepercayaan dan keyakinan yang super dalam, dengan kata lain, logika tidak bekerja. Hasil dari pembengkokan sudut pandang ini adalah mistik. Mulailah manusia membaca dengan harfiah.

Mengapa Romawi tega melakukan itu? Sebabnya ya sama kenapa rejim Suharto hampir memasukkan ke dalam kurikulum SD bahwa PRD itu PKI. Tidak lain adalah untuk mempertahankan kekuasaan.

Sudut pandang yang saya anggap ngawur ini sangat menguntungkan penguasa. Bila masyarakat tidak memakai logika lagi, cukup dinina-bobokkan dengan segala mukjizat luar biasa para nabi, atau Pancasila (sakti) kalau perlu. Kalau masih belum mau tidur, ya dibedil saja. Jadi masyarakat dibiasakan untuk tidak berfikir. Untuk berfikir, dibayangi neraka tempat orang musyrik.

Romawi dengan konsep feodal dan kapitalisnya mengakar dalam budaya Barat. Setelah jaman kegelapan Eropa berakhir, Eropa mulai melakukan kolonialismenya. Untuk melunakkan tujuan merka, ya dibungkus Kristen. Dengan ini, hampir seluruh muka bumi habis dijajahnya.

Dalam mejawab tantangan ini, maka Komunisme berkembang, hingga akhir perang dingin yang baru lalu. Bisa dilihat agama adalah benar-benar candu, dengan ini Komunis memerangi agama, untuk menggugah proletar agar bangkit melawan borjuis. Habislah dunia diganyang dua kuasa besar Barat dan Timur . Agama tidak perlu menjadi candu kalau pengikutnya tidak menggunakan sudut pandang yang salah.

Islampun tidak kalah jorok dalam hal ini. Kolonialisme Islam juga sama, hasilnya, Afrika utara, Eropa selatan, sampai Timur jauh digarapnya. Alasannya untuk dagang, tapi dengan pedang lebih populer. Quranpun diaduk-aduk hingga melahirkan: Fiqih, Tauhid, Tasawuf dsb. Orang dipaksa untuk memeluk Islam hanya karena dilahirkan Islam. Sehingga, contohnya di Malaysia, setiap Melayu mesti Islam, sehingga bisa digambarkan Islam itu identik Melayu. Ini jelas bertentangan dengan konsep universal Islam itu sendiri (rabbil-alamin: ajaran tuhan yang universal).

Beberapa bukti bahwa ajaran tuhan konsisten, mungkin bisa dilihat salah-satu pecahan Kristen: Orthodox. Dalam Orthodox, ada juga shalat (gerakannya amat mirip dengan Islam), puasa dan sebagainya. Konsep kaligrafinyapun demikian, hanya pecahan Katolik dan yang sejenisnya saja yang menggunakan ikon dan gambar. Bahkan, lebih jauh, Yahudipun, memiliki konsep shalat dengan gerak yang amat mirip pula.

Nah sekarang yang salah siapa? Al-Fatihah pun ada yang dalam bentuk Ibrani. Apa nyana, terjemahannyapun tidak beda dengan milik Islam sekarang. Kalau Islam memang benar ajaran penyelamat, mana hasilnya? Islam bisa berapologetik dengan yang lain, karena umatnya tidur. Kalau ada yang bangun, mereka bakal bakar gereja, bikin bom atom, dsb. Jelas yang salah adalah bagunnya Islam dengan sudut pandang membaca Quran yang salah. Bahkan itu terjadi seketika meninggalnya Muhamad.

Muhamad adalah seorang saudagar berhasil yang sangat jenius. Mengapa dia harus dikorbankan sebagai orang yang buta huruf hanya untuk membuktikan bahwa ajaran yang disampaikannya berasal dari Tuhan? Tidakkah kita bisa dibilang buta huruf juga dengan teknik baca harfiah kita? Bisa diteliti lagi siapa yang mengecek dan menandatangani perjanjian Yathrib.

Orang selalu menyimpulkan jamannya Muhamad itu orang sangat primitif sekali. Terlalu banyak hadis yang menyudutkan kita, hanya karena dikutip dari nama-nama ulama besar. Hadis harus tetap di bawah Quran. Untuk melihat keaslian Hadis, harus dikembalikan lagi ke Quran, apakah sejalan dengan maksud Quran. Bukannya malah membaca Quran dengan Hadis. Kalau terbalik begini, bisa terjadi konspirasi. Orang yang bermaksud negatif, bisa saja mengklaim suatu kalimat destruktif datang dari ulama canggih dsb. Tentu hal ini akan sangat menyudutkan kita sendiri. Contohnya: Quran digambarkan disusun puluhan tahun setelah meninggalnya Muhamad dari pelepah kurma, tulang dan benda-benda menyedihkan lainnya. Kalau makam saja bisa dilapisi emas, kenapa Quran tidak ditulis saja di lempengan emas sekalian? Bukankah katanya Quran sangat mulia? Papyrus saja sudah ada 2000 tahun sebelum Muhamad (kalau mengabaikan jatuhnya Mesir). Bisa ditarik kesimpulan kodefikasi Quran itu sendiri disusun oleh Muhamad, begitu dia mendapatkan inspirasi melalui energi Jibril.

Tujuan Muhamad menyampaikan ajaran bukan untuk membatalkan yang sudah ada, melain memperkukuh ajaran sebelumnya. Coba lihat baik-baik, bisakah kita berkesimpulan kecil bahwa semua agama di dunia ini bertujuan baik? Namun, bukankah semua agama di dunia ini tidak ada yang mampu membenahi kekacauan di dunia ini? Tuhan telah mati, kita semualah pembunuhnya.

Buat yang tersinggung dengan matinya tuhan. Roh adalah energi hidup, akal, atau ide. Badan akan mati tanpa roh. Karya seni akan mati bila pesan yang ingin disampaikan tidak bisa diterima, atau memang tidak ada pesan apapun. Kenapa saya pindah ke karya seni pula ini? Karena sastera sangat dekat dengan filosofi. Seni adalah pengekspresian estetika tentang abstraksi jalan berfikir. Maka, bila budaya yang kita anut tidak sejalan dengan ajaran tuhan, maka ide tuhan tidak berada dalam budaya kita.

Budaya yang disebut Islam sekarang bersifat menakut-nakuti orang. Orang berbuat baik karena iming-iming pahala, menghindar berbuat jahat karena menghindari dosa. Logika fiqih ini benar-benar menghancurkan kita. Contoh: seorang koruptor, setelah melakukan 'kecil-kecilan' selama belasan tahun mulai sadar kerusakan yang dibuatnya dan merasa bersalah. Dia minta ampun pada tuhan dan lalu bersedekah. Ia bersedekah dengan logika besarnya satuan dosa pahala barusan. Bukankah dia mestinya menghentikan kebiasaan korupsinya dan berusaha memperbaiki apa yang telah dirusaknya dengan mengembalikan apa yang telah dia curi? Bukannya malah jadi sok suci buka yayasan ini-itu yang kononnya malah membantu rakyat.

Kenapa Islam gagal? Ya karena kita sudah terperangkap dengan sudut pandang yang menghancurkan kita semua.

Percuma bersikukuh dengan keaslian text ini itu. Bisa dilihat sendiri dengan logika, mana yang menyampaikan ajaran tuhan. Quran sendiri keluar pertama kali dari mulut Muhamad, walaupun dia mengklaim, bukan dia sendiri yang mengarangnya. Ya ini sikap yang baik, bukan seperti saintis, para pelacur ilmu. Dengan senang hati mereka mengklaim penemuan mereka.

Muhamad mengklaim Quran diciptakan tuhan, disampaikan melalui Jibril. Tapi Muhamad tidak bermaksud memperkenalkan tuhannya pada kita. Muhamad hanya bermaksud memperkenalkan ajaran tuhannya kepada manusia dengan membuktikannya pada dunia bahwa dalam siklus kehidupannya, ajaran tuhan bukannya mustahil untuk dimanifestasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Mauhamad hanya seorang diri, sebagai sampel, sekedar contoh. Massal manusia ini yang diminta untuk menirunya. Bagaimana mungkin kita membentuk sebuah masyarakat, bila individu di dalam masyarakat belum setuju untuk berpartisipasi.

Umumnya orang sibuk membandingkan agamanya dengan agama yang lain karena didorong oleh intelektual arogansi mereka, bukan karena mencari solusi kehidupan yang tepat. Menilai agama sendiri dengan keyakinan mutlak, sedangkan melihat agama lain dengan logika berfilter agama sendiri. Ini tidak lebih ya hanya baik untuk menghancurkan masyarakat yang heterogen seperti kita ini. Kita masing-masing harus kembali ke kitab kita masing-masing dan mulai belajar kembali darinya. Dengan meminjam sudut pandang yang saya tawarkan ini, tentu dapat membantu menggali maksud yang ingin disampaikan ayat-ayat dalam kitab kita masing-masing.

Contoh kecil arogansi intelektual. Quran menyebutkan kemampuan tuhan melihat prilaku manusia walau sekecil atom. Luar biasa ini, kalau atom saja sudah diketahui, berarti Islam itu canggih. Bila dilihat dari sudut ini, kelihatan hanya keyakinan kepada tuhan terpupuk, kebanggaan terhadap Islam terpupuk dan mulai menyipitkan mata pada ajaran lain. Maksud ayat barusan, menerangkan bahwa ajaran tuhan membimbing umatnya agar peka pada perbuatan mereka, walau sekecil apapun. Karena justru kesalahan kecil yang biasanya diabaikan ini yang bisa mengalahkan kesalahan besar apapun. Dengan menganggap kecilnya kesalahan, akan ada toleransi untuk mengulanginya, berkali-kali. Toh nanti dosanya bisa diampuni dengan ibadat puasa atau sejenisnya. Tidak apa-apalah, nanti bisa tobat. Namun apa nyana, perbuatan kecil yang telah menjelma menjadi kebiasaan dan bagian dari budaya. Merombak budaya adalah masalah paling rumit. Maka berhentilah melihat besar-kecilnya kesalahan. Salah tetap salah, terlintas di fikiranpun harus segera diperangi.

Sebelum berakhir. Orang masih meributkan kitab Barnabas. Karena isinya menguntungkan Islam, maka diklaim Injil itu perlu belasan abad untuk disusun. Dengan meminjam logika Kristen yang ada, jelas kitab ini tidak asli. Apalagi ditambah lucunya kisah ditemukannya kitab itu sendiri tertulis didalamnya. Ada juga kesalahan geografis dan lain sebagainya. Saya harap kitab ini tidak perlu lagi jadi bahan orang Islam untuk bertempur bunuh diri, sangat memalukan.

Tetap saya menghimbau para netter untuk mengkritik gagasan-gagasan pedas saya.

Ringkasan Sholat

Date: May 1999

Sholat bukan menyembah tuhan, sholat adalah latihan memahami Quran, sebagai dokumentasi ajaran tuhan. Awal pagi digunakan untuk mempelajari sebagian kecil Quran, dan pemahamannya diulangi 5 kali sehari dalam sholat.

Bentuk latihan seperti ini sebenarnya bukan dimulai oleh Muhamad. Jauh sebelumnya, bisa ditemukan di sisa-sisa Kristen Orthodox dan sebagian Yahudi. Gerakan mereka surprisingly teramat mirip. Muhamad, dari hasil berfikiran jauhnya (isra-miraj) berkesimpulan untuk memanfaatkan latihan serupa untuk menuju ke kehidupan indah. Muhamad hanya meneruskan apa yang sebelumnya pernah disampaikan pada orang terdahulunya. Ini bukan ciri plagiat, ini adalah ciri betapa konsistennya ajaran tuhan sebagai referensi nilai positif-negatif absolut terhadap ajaran tuhan.

Sholat yang khusyuk bukan berkonsentrasi membayangkan diri bertemu dan berdialog dengan tuhan. Bisa dipahami betapa sulitnya mencapai tahap ini. Sholat yang benar adalah mengulangi pemahaman kembali apa yang dipelajari sebelumnya. Bukan untuk menghafal. Namun untuk mengerti. Secara implisit, bila mengerti, maka bisa 'hafal'. Secara implisit pula, mempelajari ajaran tuhan akan membuat kita 'percaya' pada tuhan.

Apa nyana yang ada sekarang malah untuk menghafal Quran di luar kepala dan tidak mengerti apa-apa. Percaya pada tuhan, namun tidak mengerti tugasnya sebagai manusia.

Lebih buruk lagi, karena membaca Quran tidak termasuk di dalam Rukun Islam buatan imam sinting, maka, Quran hampir tidak pernah dibaca. Mungkin waktu kecil pernah belajar mengaji. Berbekal dari itu, bila sholat, hanya itu-itu saja yang diulang sampai mampus. Dapat apapun tidak. Hanya komat-kamit kosong saja. Mungkin ketenangan terlepas dari dosa untuk batas waktu sholat itu, bahagia karena dapat pahala dan segala macam klenik lainnya.

Konsentrasi dengan seolah-olah berhadapan dengan tuhan jelas jauh berbeda dengan konsentrasi yang benar-benar memahami ulang ajaran tuhan. Konsentrasi yang terakhir ini tidaklah sesulit seperti yang pertama. Karena berfikir sesuatu yang real, nyata tentang bagaimana strategi menjawab tantangan hidup menurut ajaran tuhan.

Ingat, sholat memang kelihatan seperti meditasi. Yang sebenarnya melatih diri untuk berkonsentrasi, di tengah hiruk-pikuk kekacauan kehidupan. Dan sebagai usaha untuk memahami benar-benar ajaran tuhan. Usaha untuk mengerti Quran.

Gerakan dalam sholat itu sendiri memang mengsugestikan seperti kita menyembah pada tuhan. Yang mana tidak seperti itu. Gerakan yang sama harus diintrepetasikan sebagai janji setujunya kita kepada ajaran tuhan. Bila itu dianggap menyembah, itu adalah implisit. Seperti implisitnya kita percaya pada tuhan. Jadi yang dipentingkan bukannya percaya dan menyembah, namun mengerti dan menjalankan.

Dalam berwudhu-pun, dipenuhi janji untuk membuka pandangan kita, dengan menyeka muka. Begitu pula janji untuk membudayakan anggota tubuh lainnya untuk jalan hidup di jalan tuhan. Wudhu bukan untuk membersihkan diri dari kotoran fisik. Tentu, membersihkan badan dan pakaian diperlukan, karena untuk memiliki pikiran yang jernih, harus dibentuk infrastruktur kebersihan tubuh. Bagaimana bisa konsentrasi kalau gatal-gatal? Tetapi, tetap, di atas ini semua, kebersihan harus dicerminkan pada sikap kita. Tidak ada gunanya sudah bersihpun, tetap berfikiran dan bersikap kotor. Lebih baik jorok, tapi baik, tapi, apa bisa? Emergency, mungkin.

Tidak dibenarkan sholat dalam keadaan mabuk. Di sini bukan mabuk alkohol yang ditekankan. Di sini mabuk dalam arti kata tidak sadar dengan apa itu tujuan sholat. Bila alkohol, narkotik atau psikotropika tidak membantu membawa kita kepada kesadaran tentang tujuan sebenar, ya jelas tidak direkomendasikan untuk dipakai. Pertama harus sadar buat apa kita sholat, makanya kita menyatakan niat, deklarasi tujuan. Tujuannya ya diharapkan untuk memehami konsep ajaran tuhan untuk menjawab tantangan kehidupan nyata.

Dengan contoh-contoh yang pernah saya sampaikan bagaimana saya menjelaskan beberapa maksud yang dianggap mukjizat dan sifat tuhan, bisa kiranya para netter kembangkan. Belajarlah melihat dengan sudut pandang yang ditawarkan ini. Rasio akan selalu terlatih untuk digunakan. Kita menjadi lebih peka dalam mengamati keadaan sosial di sekeliling kita. Kita bisa lebih sadar atau zikrun.

Dalam keadaan zikrun, kita bisa dengan mudah recognize mana yang baik dan mana yang buruk. Pikiran yang buruk perlu langkah selanjutnya untuk diperangi habis-habisan, entah seklumit apapun. Yang baik harus dipelihara, dibesarkan, dikembangkan sehingga menjadi suatu yang 'do-able' dalam kehidupan nyata. Iman adalah berfikir, berucap dan bertindak menurut sesuatu. Maka, adalah pilihan kita untuk memilih alternatif kehidupan yang mana.

Selamat bersholat.

Islam Agamaku

Date: Wed, 5 May 1999 17:50:12 -0700 (PDT) 
From: Noer Islami

Islam Agamaku 

Islam itu ya'lu wa la yu'la - tinggi di atas yang tinggi kata Nabi Muhammad. Tapi realitas umat Islam di dunia termasuk di Indonesia, terpuruk, sangat mengkhawatirkan, menyedihkan sekaligus menggelikan. Coba kita lihat sepenjuru bumi Indonesia ini: 

Umat Islam itu identik dengan kemiskinan, jorok, bodoh, tolol, kumuh, keras kepala, cepat naik darah, copet, koruptor, teroris, cepat tersinggung, tertutup. 

Islam identik dengan acara ritual yang riuh rendah. Acara-acara yang meriah, menguras tenaga, biaya dan memekakkan telinga mulai adzan subuh sampai 'isa, jum'atan, muludan, tahlilan, hataman, puasa, lebaran syawal sampai lebaran haji. Lebih-lebih ibadah haji, yang lalu dipolitisir, yang tujuannya tak lebih dan tak kurang yaitu agar Garuda tidak bangkrut. 

Karena itu orang-orang cina enggan memilih Islam sebagai agamanya, sebab ongkos hidupnya pasti sangat mahal, lebih mahal dari acara ritual agama manapun. 

Islam itu identik dengan jampe-jampe, pelet memelet, debus, santet, tarekatan, melek pada malam lailatul qadar, pembersihan rohani ala para sufi dan segala macam mistik lainnya. 

Islam itu identik dengan suara merdu si minah yang bahenol yang pipinya merah ranum ketika sedang membaca Al Qur'an, dengan suaranya mendayu-dayu, kadang melengking-lengking, mendesah-desah, naik turun berlagu. Malah bisa baca berdua sama si Ipah, duet katanya, bertiga sama si Atun, trio katanya, pakai nada 1, 2 dan 3. Diiringi dengan ketimplingan, lalu dangdutan, suatu saat mungkin lagunya berubah jadi nge "rap" yang nyanyi gaya ngebacot tidak karuan. Pemerintah pun tak mau ketinggalan menyokongnya, dengan MTQ-nya yang terkenal itu, padahal itu jauh lebih porno dari adegan bugil apapun…...si ipah yang baca Qur'an, si Dul yang ngaceng burungnya. Itu adalah ibadah, semakin banyak membaca, semakin banyak pahala, walau tidak mengetahui artinya (kok bisa ?). 

Islam itu identik dengan pergunjingan antara istri muda dan istri tua yang suka berantem memperebutkan waktu ditiduri dan dikeloni oleh suami. Beristri lebih dari satu itu sah-sah saja, walau niatnya cuma lembur (lempengin burung), harta, pangkat dan jabatan. Libido orang Islam tinggi. 

Islam itu penuh dengan keajaiban dan mukjizat. 

*** Nabi Adam itu adalah manusia pertama, dibuat dari tanah liat, karena kalau Allah berkehendak, maka jadilah dia. Manusia disini diartikan makhluk yang kerjanya makan, minum, modol, kawin dan berburu hewan, membunuh dll. (kerbau saja lebih mulia, kalau yang disebut manusia itu seperti begini. Tak perlu firman Allah!). Sehingga ketika Darwin mencetuskan teori evolusinya, serentak umat Islam sedunia menentangnya (tapi baru-baru ini ada orang Mesir yang mengatakan bahwa Adam bukan manusia pertama dan banyak pula yang menentang). 

*** Nabi Isa itu adalah secara biologis, bukan secara politis atau keilmuan, adalah putera Maryam, siperawan yang lemah gemulai. Seorang anak yang ber"Bapak" Tuhan jelmaan Saul of Tarsus itu di usia bayi saja sudah bisa nyerocos ngomong membela ibunya yang dicaci-maki orang-orang yahudi. Yang mampu menyembuhkan orang yang sakit kulit, menghidupkan orang mati …..ajaib sungguh ajaib dibandingkan adegan sulap siapapun. David Copperfield pasti tidak laku lagi bila terjadi pada masa sekarang. Itu adalah mukjizat dan itu harus di-imani (dipercaya), karena kalau dipikirkan tak bakal kesampaian. (malas mikir kali?). 

*** Nabi Sulaiman itu bisa bicara dengan binatang, bisa bercakap dengan ayam, semut, kancil, sapi, kerbau, babi, itik dan burung hud-hud. Ini lebih jenaka dari cerita paling jenaka apapun!!. Coba bayangkan, seandainya raja Pajajaran masih ada dan menceritakan kepada umat Islam bahwa Gajah Mada berantem dengan Hayam Wuruk, maka yang tergambar dipikiran umat Islam pasti perkelahian antara hewan yang sangat tidak lajim….sungguh jenaka. 

Islam identik dengan pergambaran yang salah kaprah dan menyesatkan. Tuhan digambarkan bak seorang laki-laki perkasa, yang bisa bernafas, melihat dan mendengar.Tak bisa dibayangkan bila Tuhan itu batuk atau berak. Malaikat digambarkan bagai seorang laki-laki bersayap dengan ikat putih yang melingkar dikepala yang bisa terbang hilir mudik antara bumi dan ufukil a'la dengan kecepatan gerak 600 dimensi. Iblis atau setan gambarkan sebagai makhluk yang menyeramkan dengan gigi taringnya yang muncul keluar, malah diakhir zaman akan muncul lagi yang paling menyeramkan lagi, siapa lagi kalau bukan dzajal. Ini lebih seru dari cerita Hans Christian Andersen!!. Penggambaran demikian selain salah kaprah juga menyesatkan. Orang science biasanya menggambarkan sesuatu itu lebih rasional seperti internet digambarkan kaya awan, air dilambarngkan H2O dll. 

Akhirnya, Islam itu identik dengan enaknya Dancow yang diseruput oleh ulama tolol didepan kamera televisi, yang kerjanya mengejar-ngejar cewek muda dan menjilati dubur penguasa dan berceramah gaya Zainudin MZ, seperti tukang-tukang sihir di zaman Fir'aun, yang membuat orang terkesima … memikat hati, lalu tak sadarkan diri (mesti dibayar lagi). Kenyataan hidup umat Islam tidak sesuai dengan statement Nabi Muhammad di atas !!!! 

Kalau begini apa yang tinggi?? Nyosor saja sudah untung. Tentu ada yang salah!!!. Mungkin otak dengkul orang Islam ini cuma sampai ke perut dan dibawah perut, yang menjadi ukuran adalah enak dan tidak enak, sorga itu enak dan neraka itu tidak. Ataukah Alqur'annya sendiri secara makna telah diselewengkan, diaduk-aduk dan diperkosa. Perlu kajian yang mendalam mengenai Islam dan ini adalah pekerjaan besar kawan! 

Noer Islami 


From: kapal_kertas 
Date: Sat, 22 May 1999 10:56:12 PDT 

Menarik sekali tantangan yang disampaikan oleh Noer Islami dalam kekecewaannya dalam melihat Islam yang ada sekarang, terutama di Indonesia. Kita bisa melihat Islam sekarang kalau lagi anteng, namanya baik. Namun, setelah mereka belajar lebih jauh, mereka akan dicap ekstrimis, teroris dan lain sebagainya. Di luar Islam, tentu nama Islam itu sendiri sudah membuat orang jadi alergi. Islam adalah agama kekacauan, pembentuk negara anarki, maunya punya bom atom. Sejauh ini mungkin kita gagal mengerti kenapa ini bisa terjadi karena 2 sebab: sudut pandang pemahaman dan tatabahasa bahasa Quran. 

Mengenai tatabahasa, saya tidak ahli, namun saya cukup terkejut dengan membaca beberapa terjemahan yang cukup bertentangan tajam. Contohnya Al-Baqarah 106, ini mengenai konsistensinya ajaran tuhan. Namun umumnya terjemahan yang beredar di Indonesia malah menekankan adanya pembatalan ajaran yang lama, bisa saja termasuk yang dibawa nabi sebelumnya. Dan ini telah dijadikan mesiu untuk gagasan ayat-ayat yang membatalkan dan yang dibatalkan. Bayangkan, dalam 1 kitab, kalau perlu, 1 surah, bisa ada ayat yang dianggap saling membatalkan. Ini benar-benar kekacauan tatabahasa. 

Singkatnya perlu diteliti kembali apakah bisa Quran dibaca dengan tatabahasa Arab? Beberapa peneliti sempat menyimpulkan bahwa Quran bukan dari bahasa Arab. Bahasa serumpun dengan bahasa Arab, itu mungkin. Belajar bahasa Arab untuk mempelajari Quran memang membantu, paling tidak ejaan dan arti katanya miriplah. Namun untuk susunan kalimat, mungkin tidak. Sepertinya Quran banyak juga memakai kata yang bukan berasal dari tatabahasa Arab. 

Dengan keterbatasan ini, saya terpaksa membatasi diskusi saya hanya dengan logika. Setahu saya Quran itu hanya untuk orang yang tahu dan mau. Tahu artinya mengerti dengan akal, lantas ada kemauan untuk meniti kehidupan dengan pengetahuan tersebut. 

Umumnya agama manapun di dunia, bila melihat agama lainnya, akan melihatnya dengan logika murni, walau bisa saja bias dengan ajarannya masing-masing. Namun bila melihat ke agamanya sendiri, logika jarang digunakan. Yang biasa dipakai adalah percaya, atau yakin. 

Memang sulit untuk menggunakan logika, terlalu banyak peristiwa yang digambarkan di Quran hanya bisa diyakini itu benar terjadi, secara harfiah kalau perlu. Untuk mencapai nilai keyakinan ini tidak mudah. Apatah lagi bila sudah dicapai, sukar dibayangkan bila logika akan bisa digunakan lagi. Mestinya seseorang tidak berhak yakin kalau tidak bisa membuktikan keyakinannya dengan logika. Bukannya malah memisahkan logika dengan keyakinan yang justru melahirkan mistik. 

Saya ingin berkesimpulan bahwa sudut pandang yang ada sekarang adalah mempelajari tuhan. Logikanya dengan mengenal tuhan, maka kita dapat mengenal ajaran itu. Namun, harus kita sadari, logika tentu tidak mampu mendefinisikan tuhan. Karena kita terperangkap dengan sudut pandang ini, maka ada kecenderungan kita melihat tuhan seperti manusia. Kasarnya memanusiakan tuhan. Jadi, tuhan bisa marah, senang, menghukum, melihat, berbicara dan lain sebagainya. Ini tidak ada bedanya dengan Nyi Roro Kidul yang butuh sesaji atau dewa-dewa Yunani lainnya. Alangkah kejam dan tidak adilnya tuhan bila ia mengizinkan semua yang terjadi di dunia ini. Saya ingin menguji gagasan, dimana sudut pandang kita mestinya adalah 'ajaran tuhan', bukan 'tuhan' itu sendiri. Jadi bukan tuhan lagi yang kita jadikan objek studi, namun ajaran itu yang perlu kita pelajari. Contohnya kita mau belajar matematika, kita tentu tidak perlu mempelajari siapa yang mengajari, tapi mempelajari matematika itu sendiri. 

Maka, Rukun Iman bila didefinisi ulang dengan menggunakan sudut pandang ini, akan menjadi: ajaran tuhan disampaikan oleh Jibril, didokumentasikan menjadi Quran, dibuktikan oleh Muhamad untuk menjelaskan kepastian alam. Anda ingat ada yang mengatakan mendekati kiamat, Quran sudah tidak ada tulisannya lagi? Ini mudah saja diartikan: menjelang akhir effektifitas ajaran tuhan ini, manusia suadah tidak bisa lagi memahami pesan yang dibawa Quran. 

Dalam kehidupannya, manusia akan mendapat tantangan. Sedihnya bukannya mereka mencarinya di buku manual kehidupan semacam Quran, namun mereka malah belajar dari alam, si pemberi tantangan. Mana bisa kita mencari jawaban dari pertanyaan? Kita perlu pembimbing. Tuhan adalah pencetus segala ide. Dengan ajarannya, maka kita seharusnya mampu menyelesaikan segala macam masalah di dunia ini. 

Contoh kasar, hukum alam mengatakan yang kuat menang (Darwin, Charles: survival of the fittest). Quran tentu tidak seperti itu, malah sebaliknya, yaitu: yang kuat harus menolong yang lemah. Hasil hukum alam bisa kita lihat misalnya di dunia kapitalis: terjadi persaingan antar individu. Di konsep komunis, tidak ada bedanya, yaitu: pertentangan atar kelas, si lemah proletar harus bisa melawan si kuat borjuis, persenjatai petani kalau perlu. Lihat, apa hasilnya kalau belajar dari alam. 

Saya jadi tertarik untuk menjelaskan gambaran yang ada di Quran tentang kejadian manusia. Di situ kasarnya digambarkan bahwa tuhan dalam proses penciptaan manusia, bertanya pada malaikat dan setan. Pada tingkat logika tertentu dengan sudut pandang yang umum, sudah sulit membayangkan si tuhan, sang pencipta semesta berada di dalam semesta itu sendiri (super-set tidak bisa sekaligus sub-set). Ini belum lagi melihat 'ketidakmampuannya' dengan bertanya kepada ciptaannya sendiri untuk mengambil keputusan. 

Dengan sudut pandang yang saya tawarkan, kejadian di atas bisa sebenarnya dijadikan pembuktian bahwa: ajaran tuhan mendefinisikan manusia sebagai mahluk yang bisa memilih ajaran tuhan yang baik yang disampaikan oleh malaikat atau ajaran tuhan yang buruk yang disampaikan oleh setan. Dengan kata lain: Quran mengajarkan segala ide, baik itu posiif maupun negatif, dengan segala konsekwensinya, seperti yang dibuktikan oleh Muhamad. 

Lihat, kata Adam berarti: tanah, bumi. Untuk para 'saintis' mereka pikir: wah hebat sekali Quran sudah tahu dari dulu bahwa komposisi tubuh manusia ditemukan di tanah dan lain sebagainya. Pembuktian semacam ini tidak lain hanya akan menambah kepongahan Islam, arogansi intelektual, merasa lebih canggih. Tanah, bumi, artinya: manusia, 'rumah'-nya ya di bumi ini. Kalau bumi ini rumah kita, maka kita punya kewajiban merawatnya, tidak melakukan perusakan ekologi dan yang jauh lebih penting, penggunaan sumber daya alam. Ingat, sebelum kenyang harus berhenti, karena kita tidak akan tahu kapan kita akan kenyang. Ini bukan masalah makan, tapi adalah penguasaan sumberdaya alam: ruang dan waktu. Jadi tidak mungkin ini ajaran rasis. 

Ajaran tuhan itu ajaran pemersatu, dalam arti sangat universal, seperti apa yang dijelaskan oleh Al-Iklas 1. Orang ber-KTP non Islam melakukan nilai positif menurut Quran jelas lebih berharga dari orang yang ber-KTP Islam, namun tidak berbuat apa-apa, atau yang lebih buruk, berkelakuan negatif. Si non Islam itu lebih berhak menyandang nama Islam. Apa nyana, sekarang kalau bapak saya Islam, ya saya Islam, padahal bukan mau saya dilahirkan jadi apa. Lihat, dengan penjelasan di atas, tidak dipermasalahkan lagi kalau manusia itu dari monyet. Karena Adam bukan lagi manusia pertama. Namun, manusia pertama yang mampu memimpin umatnya membentuk kehidupan indah bagai taman (syurga) dengan ajaran tuhan. Jadi Quran selalu bisa dibuktikan dengan perkembangan penemuan fakta arkeologi. Tidak perlu ngotot atau gengsi kalau kita memang dari monyet. Mungkin memang suadah ada yang hitam di afrika, dan putih, merah, kuning di tempat lain, tidak jadi soal. 

Sebelum berakhir, saya jadi ingat situasi menggelikan para jemaah haji yang melempari setan dengan batu jumrah. Bukankah mereka mestinya mencoba melempar ajaran si setan yang telah membatu dari kepala mereka? Bukannya melempari setan yang sedang joget di depan mereka. Tidak sedikit yang kembali haji hanya untuk memperbaiki status sosialnya saja. Supaya korupsinya bisa lebih mulus. Mereka 'lupa' membuang budaya buruk korupsi mereka. 

Sukar buat saya untuk berhenti di sini. Saya sangat tertarik untuk menyajikan banyak buah yang bisa kita petik dengan memahami sudut pandang ini. Saya sangat mengharapkan respons. Tolong bantu tenggelamkan kapal kertas saya ini. Saya ingin membuktikan dengan segenap kemampuan befikir saya agar kapal saya tetap bisa terapung walau dengan lemparan batu logika para netter. 

Sekularitas

Date: Tue, 20 Jul 1999 00:46:16 GMT

Pemisahan, itu pemahaman kita. Pembentukan negara sekular atau non-sekular, sebagai pertanyaan. Alternatif yang banyak disinggung belakangan, dua kubu saling baku-hantam. Mengapa bisa begini? Sadarkah mereka apa sebenarnya yang pertengkarkan? 

Sekular sepertinya menjanjikan kerukunan beragama. Negara yang tidak sekular adalah bangsanya negara Islam, negara anarki.

Pemisahan antara hubungan vertikal dan horizontal yang biasa didengungkan, berdasarkan pandangan manusia yang membedakan alam nyata dan alam maya, tidak jauh dari seperti yang disinggung dalam allegori Gua si Plato.

Perbedaan muncul dengan tajam bila, pembuktian pengamatan manusia terhadap alam ternyata banyak bercanggah dengan apa yang dinyatakan oleh kitab suci.

Kitab suci dengan segala intrepetasinya yang literal menelurkan gagasan adanya tuhan yang perlu disembah dan mendongengkan berbagai kejadian yang tidak masuk akal. Apa nyana, untuk memerintah suatu negara, yang nyata-nyata berada di alam 'fana' ini, diperlukan keputusan yang logis.

Kebangkitan pola pikir ini, sempat ngetop sejak jaman Romawi, dan bisa sejauh-jauh sebelumnya. Romawi dalam usaha pembentukan emporiumnya, menilai perkembangan Kristen sebagai kerikil di dalam sandalnya. Pemisahan adalah kompromi. Degradasi, penghancuran dan pemecah-belahan ajaran Kristen bermula dari sini. Tuhan diletakkan di singgasananya yang jauh nun si syurga, beserta bidadari-bidadarinya. Kerajaan manusia cukup diatur di senat.

Beberapa aturan dibuat bagi gereja supaya kelihatan bergigi, seperti dilarangnya agen raja masuk gereja buat mencari kriminal atau musuh politik yang bersuaka. Selebihnya, hanya untuk penghuni kerajaan tuhan saja. Seperti di filem kartun Walt Disney's Hunchback from the Notre Dame saja. Namun, kehidupan nyata di Indonesia lebih parah, tentara bisa membunuh puluhan orang biasa di dalam mesjid, ingat Priok.

Sekularisme harus dipahami sebagai pemisahan pahaman tentang dua dunia. Di ruang waktu yang kita lalui bersama ini, begitu hebatnya pemisahan ini. Sehingga orang yang mengganggap dirinya religius, merasa terobligasi untuk berbuat baik, karena dijanjikan tempat yang indah setelah matinya. Begitu pula konsekwensi kejahatan, akan setimpal pula, lagi-lagi, setelah mati.

Sekularisme jenis ini yang sangat berbahaya. Alternatif kehidupan ini dilaknat Quran dalam bentuk sarkasme, dilarangnya memakan binatang yang hidup di dua alam. Apa nyana, orang Islam malah jadi jijik pada masyarakat pemakan kodok.

Pahaman sekularisme yang beredar sekarang tidak lain adalah usaha untuk melarikan diri dari tanggung jawab menjunjung tinggi nilai moral dalam ajaran tuhan. Segala keperluan kehidupan massal manusia diletakkan jauh di bawah kepentingan perut dan di bawah perut para politikus dan konglomerat yang saling baku hantam antar sesamanya. Hukum rimba seperti ini hanya akan membentuk peradaban monyet. Sosial piramid yang kian tinggi dan meruncing.

Sekular berarti terpmeliharanya sekelompok besar orang yang beragama mistik. Ini penting sebagai alat politik. Orang yang sudah terkena candu begini, mudah sekali percaya dengan propaganda tersembunyi. Ini karena rasio sudah tidak biasa digunakan. Karena sudah terbiasa dengan doktrin pemujaan kepada yang di atas (penguasa, tuhan, memedi dsb). Mudah terpengaruh. Ambon, yang luar biasa tenteram Islam-Kristen puluhannya tahun bisa hancur lebur begitu memangnya kenapa? 

Sementara, pengertian tidak-sekular yang beredar sekarang lebih berbahaya. Kita akan memahami tuhan dengan pendekatan anthropomorfik (tuhan bersifat seperti manusia, bisa marah, senang, melihat, bercakap dsb.) yang mistis. Semua putaran kehidupan berdasarkan pemahaman harfiah bacaan kitab suci.

Sangat mengerikan dan tidak manusiawi. Manusia akan hidup dalam kepura-puran. Ikut-ikutan saja agar selamat. Rumah, bukan lagi tempat pendidikan awal, namun akan menjadi pusat pembebasan segala kebejatan. Lihat contohnya Arab Saudi. Di luar kerudungan, di dalam rumah, memperkosa TKW.

Tegasnya, paling tidak, dokumen yang namanya Quran, menentang sekularitas dalam arti menentang adanya pemisahan pahaman dua alam. Kita hidup hanya di dunia ini saja. Setelah mati, ada kehidupan atau tidak, lupakan. Tidak ada orang mati hidup lagi. Yesus menghidupkan orang mati, artinya memberi harapan bagi yang tidak punya. Kita harus konsentrasi penuh untuk membuat bumi ini tempat yang lebih baik. Segala ajaran tuhan harus digunakan sepenuhnya untuk menjawab tantangan alam. Hanya sudut pandang ini saja yang mampu menggeser bacaan harfiah yang selama ini dipraktekkan.

Bagi yang Islam, rontokkan semua tauhid, fikih, tasauf, dan semua pernik-pernik setelah kematian Muhamad. Harus kembali ke Quran seperti yang dicontohi Muhamad. Harus mempelajari ulang Quran. Memahami Quran bukan dengan grammar Arab. Quran bukan milik Arab. Hadis bukan menentukan isi Quran, namun, keaslian Hadis itu sendiri harus diadili oleh sudut pandang Quran. Jangan mudah mengklaim nama Islam sebelum berbuah Islam. Hapuskan identitas agama di KTP sumber pemecah-belah masyarakat.

Tatanegara bagaimana yang dibentuk Muhamad? Bisa diibaratkan seperti shalat berjemaah. Pemimpin hanya untuk sinkron saja. Imam sujud, makmum sujud.

Rakyat tidak perlu polisi lagi, karena sudah tahu tugas masing, masing. Bila imam joget, makmum menggantinya. Bukannya malah ikut melestarikan korupsinya si bapak. Tidak ada tapal batas negara. Karena Islam itu adalah ide. Jadi negara Islam yang diimpikan oleh para anarkis itu tidak akan pernah wujud. Karena dengan membentuk negara seperti itu sama saja membuat tembok Cina, yang isinya hanya orang bunuh diri.

Kekerasan dalam Quran menggaris bawahi bagaimana pentingnya kita memerangi benih kebejatan di otak kita. Bukan hukum Islam potong tangan, leher segala macam itu. Bayangkan, mencuri senilai sepuluh sejuta, misalnya, dipotong tangannya. Bagainamana kalau sembilan juta? Kita bisa membunuh orang, namun kita tidak akan mungkin bisa membunuh apa yang diperjuangkan orang itu, baik atau jahat. Jadi buat apa bunuh orang? Dokumen seperti Quran itu selalu berbicara tentang sosial budaya. Segala pembuktian sains hanya analogi belaka. Yang mana amat sangat sarat dengan pesan yang sangat 'do-able' dalam kehidupan kita, bukan malah dianggap bicara tentang kehebatan tuhan segala macam, atau lebih parah, hanya tuhan saja yang tahu. Kalau begitu, buat apa manusia disampaikan dokumen seperti itu? Ingat sains selalu berubah dengan ditemukannya fakta baru atau pengembangan metode. Jangan membuat agama terpisah dari sains. Mereka adalah satu, harus dicerna dengan akal. Hanya pemahaman harfiah yang menelurkan dongeng yang tidak masuk akal dan menentang sains.

Istilah hidup mati di kitab harus dimengerti sebagai fase aktif dan tidak aktif. Atau fase sebuah sebab yang menuju ke fase konsekwensi. Bukankah dari suatu konsekwensi, bisa menjadi sebab untuk konsekwensi berikutnya? Bukankah Quran mengatakan tentang siang, beganti malam, berganti siang lagi? Tentang manusia dihidupkan, dimatikan dan dihidupkan semula lagi? Bukankah kiamat itu artinya hari kebangkitan? Akhir adalah sebuah awal, begitu pula sebaliknya. Peradaban manusia itu bisa naik dan turun, biarpun itu baik atau buruk. Tergantung masyarakat itu sendiri. Bukan intervensi suci tuhan (divine intervention).

Lupakanlah ketakutan pada mati atau kiamat. Kita harus takut pada apa yang kita lakukan pada saat ini. Karena kita akan memetik buahnya pada saat ini pula. Setidaknya generasi mendatang. Sadarkah kalian, bahwa pada detik ini kita saling menciptakan monster? Kita sedang menciptakan, atau meneruskan penciptaan dan pemeliharaan masyarakat yang luar biasa bobrok. Masa depan generasi yang jelas tidak akan lebih baik dari sekarang.

Mendiskusikan masalah yang salah di waktu yang salah. Masalah presiden perempuan, pornografi, dan entah apa lagi diversi yang akan kita lakukan. Hentikan praktek gali lobang model Suharto begini. Hasilnya tidak kemana. Fokuskan diri kita pada problema fundamental yang kita hadapi sesuai dengan prioritas.

Dalam suatu suasana ideal, nilai ajaran tuhan akan benar terpakai untuk kepentingan hidup manusia, tanpa lagi perduli apa itu tuhan. Kita memang harus berjuang keras ke tingkat ideal, di mana hubungan verikal harus dilebur menjadi satu, menjadi hanya horizontal. Nilai ajaran dengan dukungan logika murni adalah kunci jawaban semua problem di dunia ini. Bukan lagi mistik, ikut-ikutan cari slamet berformalitas atau pengertian harfiah kitab yang dianggap suci. Kita semua harus bergerak maju.

Thursday, May 21, 2009

Wisata Otak

Date: Thu, 08 Jul 1999 06:48:37 GMT

Saya ingin mengajak para netter untuk berani berfikir, menilai peristiwa kontemporer, relatif terhadap sudut pandang masing-masing. Tulisan saya jauh dari formal, dengan alur tidak menentu. Saya harap tidak terlalu membosankan, karena cukup panjang juga, maklum tiba-tiba jadi rajin menulis. Saran saya, save saja dulu ke disk buat menghemat pulsa internet.

Suharto sedang berusaha keras menghindari pertumpahan darah dengan memperlambat penghitungan suara pemilu. Mencari kesempatan buat mengatrol suara Golkar. Kenapa bisa begitu? Jelas karena dia berusaha mempertahankan hasil jarahannya selama 30 tahun lebih dari sitaan masyarakat. Kita berhadapan dengan perampok di sini. Bila bukan orangnya yang bakal mengontrol kekuasaan nantinya, dia akan sangat khawatir. Khawatir akan digugat, dihukum dan disita hartanya.

Kekhawatiran Suharto perlu diperhitungkan di sini. Peristiwa seperti Sambas, Ambon, Jakarta, Aceh, Timor, Irja bukan terjadi secara alami. Sudah jadi rahasia umum tentang modus operandi si Suharto satu ini.

Tentara disuruh suruh nyamar, bikin kaco. Orang sudah saling bunuh, rampok, bakar, perkosa dan lain sebagainya, maka tentara datang mengamankan dan tentu pula yang jadi hero. Lihat ide mem-PKI-kan orang tidak bekerja di Irja, maka dibuat saja 'GPK'. Yang penting kacau.

Bila bukan Suharto lagi yang mengontrol kekuasaan, bisa dibilang, seluruh Indonesia bakal dibikin kacau lagi, supaya bisa terjadi keadaan darurat. Keadaan darurat yang dikontrol militer membunuh 2 burung dengan satu batu. Satu, tentara jadi hero. Dua, harta dia terselamatkan.

Senario ini bisa dilihat jauh sebelum dia jadi presiden. 7 jendral (mestinya) habis dibunuh. Yang dituduh komunis. Bukan saya membela komunis (walaupun kapitalis tidak kalah bobroknya), tapi lihat sendiri. Dengan komunis dikambing hitamkan, dia berhak membunuh setengah juta orang dalam beberapa bulan saja, yang tentu saja kita tahu, komunis atau bukan komunis, ya perkosa, bakar, siksa, rampok, bunuh. Dan Amerika bukan main senangnya dengan penghapusan komunis di daerah ini. Bayangkan kalau Indonesia seperti Vietnam, dengan jumlah penduduk seperti kita, bisa jungkir balik sejarah.

Senangnya Amerika dengan model orang seperti ini ya banyak bisa dilihat di sekeliling kita. Dekade lalu misalnya si Marcos. Dengan memberi ijin basis tentara di Filipina, sah saja Marcos jadi diktator. Maka Suharto dengan medali menghapuskan komunis, jadi anak emas Amerika. Apa saja ya dibiarkan saja, termasuk memakan darah dagingnya sendiri. Mungkin mendekati akhir jamannya, Suharto mulai genit dengan para kyai, naik haji segala. Kalau Indonesia jadi negara Islam bisa jadi sarang teroris pikir amerika. Itu memang bisa saja, sekecil apapun kemungkinan.

Suharto amat sangat jahat. Sangat pintar memutar-balikkan fakta untuk menguntungkan dirinya. Ada problem? Bikin saja problem yang lebih besar, problem lama akan terselesaikan dengan mengharapkan orang lupa karena sibuk mengurusi problem baru yang jauh lebih rumit. Model gali lobang tuptup lobang saja. Sayang Megawati bukan Aquino, dan Gus Dur bukan kardinal Sin. Kita perlu solusi alternatif.

Daerah yang sudah terkenal dengan zero SARA pun bisa diaduk-aduk. Tekniknya? Kita dibiasakan untuk merasa sama rata. Dengan semu tentunya.

Mungkin dengan dalih 'di mata tuhan, miskin-kaya sama saja'. Contoh kecil, misalnya seragam sekolah. Yang kaya apa miskin harus berbaju sama. Bukan orang sadar dengan perbedaan sebagai kontrol dan peringatan kepada yang kuat untuk membantu yang lemah, tapi malah kalau perlu kasi jalan supaya Tommy memeras rakyat kecil, cari duit jualan sepatu OSIS seabad yang lalu.

Sebaliknya, tiap perbedaan yang ditonjolkan memang ditujukan untuk memecah belah masyarakat. KTP ex-tapol misalnya. KTP biasa kita sajalah. Mungkin hanya Indonesia saja yang di KTPnya ditulis agama apa si pemegang KTP.

Biar kalau sudah bisa bikin percikan api, mudah untuk menyiram bensin. Orang dicegat, agamanya lain, bunuh saja.

Bangsa kita sudah bobrok. Kita membangun masyarakat preman dengan membiarkan anak-anak mengemis di lampu merah. Sepuluh tahun lagi, lihat saja, badan mereka sebesar kita. Tapi otak mereka akan penuh kebencian dan dendam menglegak utuk merampok kita. Kita sedang dalam proses mendidik generasi monster. Habis sudah masa depan Indonesia.

Pendidikan maupun kesehatan semuanya berantakan. Kesehatan hanya buat orang kaya mencuci darah mereka. Bukan untuk meninggikan kualitas hidup masyarakat massal. Kan lebih baik membantu yang lapar dan penyakit kampungan. Orang mesti ingat, bahwa sehat berarti kesempatan untuk bertindak positif, meningkatkan kualitas hidup. Bukan harus hidup selamanya. Hidup sebentar tapi membantu jauh lebih baik dari hidup lama seperti Suharto. Pendidikanpun dijejali PMP, PSPB, Sejarah, dan sejenisnya yang isinya tidak lain hanya mengkonfirmasikan kesaktiannya superhero Suharto.

Rakyat kecil harus dibantu, tidak mesti itu ras apa, bukan pilihan mereka lahir mau jadi apa. Bila si kecil sudah bisa berfikir pun tidak harus terikat dengan agama orangtuanya. Orang harus belajar berfikir dan memilih yang baik untuk diri dan masyarakatnya. Nabi sendiri saja melarang orang dengan garis darahnya dijadikan elit. Dengan kata lain, ajaran, ide atau agama tidak boleh dipaksakan atau dimonopoli melalui hereditas.

Ide itu konsepnya universal. Seperti energi, tidak bisa di diciptakan dan tidak bisa dihancurkan, hanya bisa berkembang dan berubah bentuk. Hitler dan Pol Pot membuktikan kegagalan mereka menghancurkan ide dengan membunuh jutaan orang. Ide adalah energi kehidupan, atau nyawa bagi masyarakat.

Makanya kalau terbentur kata hidup dan mati di Quran, misalnya, tidak perlu berfikir tentang kehidupan dan kematian secara fisik. Buat apa takut mati apa kiamat, tapi tidak takut korupsi? Yang pada akhir kegiatan korupsi itu sendiri akibatnya mengacaukan sistem? Kacau seperti api, api yang di Quran akhirnya dianggap neraka kalau sudah mati oleh kita (walaupun kata neraka itu sendiri tidak disebutkan di Quran). Memang tubuh tidak bisa hidup tanpa akal, namun lebih pasti, suatu organisasi tubuh masyarakat akan hancur apabila sudah tidak bisa lagi berfikir. Seperti kita.

Lihat, karya seni, apapun bentuknya, biar itu filem, musik, sastera, puisi, drama dan lain sebagainya. Tidak lain ingin menyampaikan pesan. Bila pesan tidak mampu dicerna atau memang tidak ada yang bisa dicerna, maka nilai (ide, energi, nyawa) nya jadi tidak ada. Sedihnya yang jadi karya sampah seperti itu sekarang salah-satunya ya dokumen yang bangsanya seperti Quran ini.

Ide atau agama apapun di dunia ini tidak ada yang dapat menyelesaikan masalah sosial massal manusia, kalau tidak malah memperburuk. Ironis sekali, orang sibuk melindungi tuhannya masing-masing dengan saling bunuh, bukannya si tuhan yang malah melindungi mereka dari saling bunuh. Tuhan di mana? Tanya orang gila yang berlari di pasar dalam dialog Nitze. Bila ditanya kenapa? Jawabnya, tuhan sudah mati, kau dan aku yang membunuhnya.

Mungkin orang yang 'beragama' akan tersinggung atau hanya mengabaikan bualan ini, dengan mengganggap Nitze-lah orang gila itu. Kan tidak mungkin, tuhan itu kan tidak ada awal dan akhirnya, pikir kita. Yah itulah yang terjadi, ajaran tuhan sudah tidak tersampaian lagi nilainya. Sama seperti karya sampah yang dilupakan orang. Maksud tuhan tidak berawal dan berakhir sebenarnya hanya sifat suatu ide itu sendiri, seperti energi yang tidak bisa diciptakan atau dihancurkan, nyawa atau budaya suatu masyarakat. Masyarakat necropolis yang menuju kehancuran ya seperti kita ini, mungkin kita takut melihat kenyataan bahwa kita sebenarnya saling menyeret diri ke lembah nista. Atau hanya takut dosa kalau berfikir.

Tulisan yang saya sampaikan kali ini bisa dilihat seperti kehilangan fokus. Biar saja, toh Quran dengan seenaknya melompat dari satu topik ke topik yang tidak ada hubungannya samasakali, kalau perlu dalam satu surat lompat berkali-kali. Makanya baca Quran jangan dari mula sampai habis, untuk mengerti. Harus ada sudut pandang yang bisa melihat konteks. Bukan harfiah seperti umumnya sekarang. Kita harus melihat Quran adalah kumpulan ucapan si Muhamad yang diklaim olehnya sebagai ajaran tuhan. Dan ternyata mampu terbuktikan dalam siklus hidupnya sendiri. Pembuktian pencapaian kehidupan indah, seindah taman (jannah, bukan sorganya orang mati).

Pembuktian yang sebenarnya adalah sebagai contoh buat umat manusia. Kalau satu Muhamad saja bisa bikin begitu, nah apa akibatnya kalau kita sebagai kuantitasnya mencontoh kualitasnya? Sedih sekali untuk mempertahankan gagasan bahwa Quran bukan ciptaan Muhamad, Muhamad harus dikorbankan dengan dicap buta huruf. Pengorbanan yang sia-sia, malah bunuh diri. Islam dipimpin oleh seorang yang bersikeras tidak ingin belajar untuk melek huruf. Kitalah yang sebenarnya buta huruf. Makanya waktu dia iqra, dia mulai sadar betapa besar maksud dari membaca. Yaitu harus mengerti. Membaca apa saja, tulisan, peristiwa, forecasting, planning, (bukan mimpi seperti mistik atau khayal, tapi memvisikan, membayangkan) dsb. Kalau Muhamad secara harfiah buta huruf, siapa yang membuat gencetan senjata di Yathrib waktu dia mulai hijrah ke sana? Apa dia tinggal percaya saja sama sekertarisnya dengan memberi cap jempol? Kalau begitu, Muhamad adalah seorang plagiator, mengaku-ngaku usaha sekertarisnya sebagai usahanya. Muhamad membaca, menulis dan mengkoreksi berulang kali isi piagam Yathrib dan menandatanganinya dengan kapasitasnya sebagai orang yang bijaksana dan tidak buta huruf.

Muhamad itu itu seorang pialang dagang yang ulung, apa ada orang bisa membuat perhitungan rugi laba yang buta huruf? Dia tahu banyak informasi, sampai ada negeri yang namanya Cina yang jauh di timurpun dia tahu. Sampai cerita tentang tentara gajah saja tahu. Gajah yang bukan berhabitat di padang pasir, bisa dijelaskan. Kalau mau disambung mengenai gajah ya silahkan. Mana ada gajah bisa hidup di pasir? 1500 tahun yang lalu, bukan waktu geologi yang lama, padang pasir tetap padang pasir. Nah kalau sampai gajah ikut perang, ya anggap saja seperti harimau menyerang Belanda, yang tidak lain pasukan Siliwangi membuka front dengan Belanda. Silahkan berfikir: tentara Abrahah menamakan dirinya tentara gajah, tapi jelas bukan gajah. Dan burung Ababil? Bisa saja satuan tempur udara yang memiliki common interest melindungi Kaabah. Mungkin agak alergi dengan alternatif logika seperti ini, baiklah, tidak bermesin, pesawat layang saja sudah cukup untuk memjatuhkan bahan ledak dari udara. Ingat, Cina sudah bisa buat mesiu pada waktu itu.

Kenapa Muhamad mengklaim ini ajaran tuhan? Ya karena dia bukan seperti pencuri ilmu para saintis gadungan dunia sekarang. Bayangkan, misalnya sang saintis menemukan konsep kerjanya atom. Dia akan mengklaim dirinya penemu. Maka konsep itu hak ciptanya, bayar royality kalau mau transfer teknologi. Terserah dia mau buat bom apa PLTN, tidak ada beban moral samasekali. Atau seperti bio-engineering, bikin saja human clones, yang bahenol bisa jadi budak sex, yang perkasa jadi tentara, nilai manusia jadi hancur, tidak perduli bagaimana manusia itu tercipta, inseminasi alami, atau di laboratorium, tetap harus diperlakukan sama, dihormati. Muhamad sendiri selalu mengklaim temuannya sebagai ciptaan tuhan, maksudnya berbobot nilai universal ajaran tuhan, dan siapa saja bisa mempelajarinya.

Karena ide tidak bisa diciptakan. Karena si Habil tidak tahu harus mengapakan mayat si Qabil sampai ada gagak mencontohi bagaimana caranya mengubur ranting. (red: Maaf, saya bisa terbalik di sini, siapa membunuh siapa).

Dalam hidup kita yang sebagai subset dari di alam ini, kita menghadapi berbagai tantangan dari alam ini sendiri. Bagaimana bisa jawaban diperoleh dari mengamati pertanyaan? Jelas tidak mungkin. Di tengah laut yang jelas kelihatan seperti seragam, kita perlu referensi sextant, kompas, bintang atau arah terbit/terbenam matahari untuk mengetahui posisi dan arah. Kita perlu referensi untuk hidup. Kita perlu baca dan mengerti Quran. Kenapa Quran? Ya terserah, apa saja bisa. Konsep yang diajarkan Quran itu sangat universal kok. Orang non Islam yang berbuat baik jauh lebih bermanfaat dari orang yang mengklaim dirinya Islam. Hanya si non Islam itu sendiri saja yang tidak sadar kalau dia berbuat mengikut nilai positif ajaran Quran. Dan mungkin dia tidak akan mau mengklaim Islam, karena sudah alergi dengan bobroknya Islam sekarang ini. Islam tidak lain sekarang adalah agama pengacau.

Quran menyebutkan tentang penyempurnaan ajaran ini dengan menamakannya sebagai Islam. Jadi kita tidak bisa ngaku-ngaku Islam kalau pandangan, ucapan dan prilaku kita samasekali tidak mencerminkan Islam. Masalahnya orang hanya mempermasalahkan iman sebagai percaya saja, dan diukur melalui tebal-tipis keyakinan seseorang. Iman itu sebenarnya kata netral, misalnya iman terhadap duit? Ya yang dipikir bagaimana dapat duit, bicaranya cara mendapatkan duit, dan yang dilakukan ya cari duit melulu. Kecuali, dan memang, pilihan kita sekuler. Makan kodok tidak mau, karena binatang dua alam. Ke mesjid sembayang, tapi korupsi di kantor. Menghisap darah orang, dengan sistem ekonomi rentenir vampir. Hidup ambur-adul total diluar garis batas positif ajaran tuhan, bagaikan babi, tapi sama babi jijik, tidak mau makan. Bikin saja isu cop jari pemilu dikasi minyak babi. Wah bisa roboh Indonesia.

Mengenai makan, suatu kesempatan untuk bisa mendekatkan manusia dari segala jalan kehidupan di satu meja, bisa gagal karena ada yang makan babi. Kenapa sampai isu babi yang sepele bisa memporak-pondakan ekonomi dan sosial masyarakat kita? Belum lagi meributkan apakah sembelihnya baca bismillah apa tidak, atau dipotong di leher atau tidak, atau yang menyembelih orang Islam atau tidak. Wah, ribet sekali, sudah tahu bahwa yang penting adalah tujuan membunuh binatang itu untuk konsumsi kita, bukan untuk dibuang-buang. Atau suka-suka saja membunuh buat rekreasi yang bisa membantu memunahkan spesies langka, atau yang lebih parah, menjungkirbalikkan ekologi. Binatang di hutanpun, yang kita anggap jauh lebih rendah status sosialnya dari kita, punya konvensi, membunuh untuk makan.

Tersinggung? Baca dulu Quran. Segala kekerasan ada diajarkan di sana.

Negara Islam ya jadi sarang teroris. Maunya punya bom nuklir, itu saja diotaknya. Kenapa bisa begitu? Ya karena cara baca yang literal itu tadi.

Jihad diartikan bunuh orang berKTP non Islam. Padahal Muhamad sudah bilang perang terbesar adalah melawan diri sendiri, makanya disebut revolusi, ya karena berat memulainya, perlu banyak pengorbanan, kok tidak mengerti ya? Padahal maksudnya, terdeteksinya otak mulai berfikir ke arah negatif saja harus diperangi habis-habisan. Orang diajar melempar setan dengan batu jumrah waktu naik haji, tapi bukan melempar ajaran setan yang sudah membatu dari kepalanya. Hajinya buat naik pangkat dan populer, biar korupsinya mulus sih memang iya. Kong-kalikong sama grammar ya begitu akhirnya.

Saya curiga bahwa, penyimpangan dari mengerti, hangga percaya memang disebar sejak kematian Muhamad. Islam meluas dengan pedang, kolonialisme penjajahan seperti halnya barat di akhir jaman kegelapan Eropah.

Tujuannya, ya penguasaan sumberdaya alam. Supaya rakyat jajahannya patuh, ya dikasi candu agama saja. Orang sudah dididik untuk tidak berfikir lagi. Ikut kata tuan saja. Kalau masih tidak mabuk, ya dibedil saja. Mudah.

Makanya Karl Marx sangat anti dengan kolonialisme barat yang bekerja dengan tameng agama (walaupun orang-orang komunis sendiri mengamalkan kolonialisme pemerasan dengan caranya sendiri).

Pemahaman harfiah Quran sangat berbahaya. Bila kita terbentur dengan diskusi yang bertentangan dengan pembuktian sains, kita bilang itulah bukti kuasa tuhan. Apa manfaatnya buat kita mengetahui itu? Hanya tuhan saja yang tahu. Nah Quran itu buat manusia apa buat dibaca sendiri oleh tuhan? Atau oleh orang yang sudah atau akan mati? Biar selamet perjalanan ke sorga, kali. Bila kita memakai pendekatan percaya, yang tentunya amat sangat sulit dicapai, hilang sudah kemampuan otak mencerna. Semua terserah tuhan sajalah. Sehingga akal sudah tidak bisa dipakai lagi dalam memahami apa maksud agama itu sendiri. Yang penting, percaya, yakin, titik.

Mungkin para netter berfikir betapa lancangnya saya mengupas Quran dengan cara semena-mena begini. Yah, saya hanya melihat kok tidak ada bedanya Islam ini dengan yang lain, mlempem. Kalau bukan malah lebih brutal (setelah berusaha 'belajar'). Fanatik ya mesti, itu namanya konsisten, tapi konsisten terhadap apa? Konsisten terhadap yang ngawur apa membantu? Konvensi yang ada sekarang, ya mengupas Quran menurut Hadis nabi. Hadis nabi ditentukan keasliannya oleh para imam mazhab masing-masing.

Nah mana yang benar, Quran yang seharusnya menilai keaslian Hadis, atau Hadis itu sendiri, bahkan imam yang jauh di atas Quran yang menilai Quran? Rendah sekali tingkat Quran kalau begitu. Katanya harus ditumpuk paling atas, mungkin supaya banyak debunya. Coba, menurut imam anu kodifikasi Quran disusun belasan tahun setelah matinya Muhamad, dari pelepah kurma dan benda-benda menyedihkan lainnya. Gambaran ini harus kita hapus. Kita harus setuju bahwa Muhamad sendiri yang menyusun kodifikasi Quran. Fakta bisa hilang, hanya logika saja yang tinggal. Dan ingat, fakta bisa dipalsukan, seperti Supersemar. Kalau kita asumsikan sejak jamannya Musa, teknologi papirus-nya Firaun tidak hilang, kenapa susah sekali buat kertas? Piagam Yathrib yang panjang apa juga ditulis di tulang kambing? Emas saja sudah umum, kenapa tidak ditempa saja di atas emas, katanya suci. Sejarah memang bisa ditulis kembali menurut selera penguasa pada jamannya. Untuk apa? Ya kepentingan penguasa itu sendiri. Waktu Budiman Sujatmiko dicap komunis, hampir saja segera dicetak di buku text SD.

Bayangkan, untuk suatu kepentingan politik suatu golongan, bisa saja suatu hadis 'ditemukan' dan dianggap asli dengan kong-kalikong pembuktian sumber yang 'ternyata' disampaikan oleh imam besar anu. Inilah awal penyimpangan sudut pandang Quran. Sebenarnya bisa saja kita teliti isi hadis itu, seberapa konsisten dengan apa yang disampaikan Quran. Jadi kita menempatkan Quran tetap paling teratas, bukan untuk pengumpul debu, tapi sebagai referensi utama untuk menjawab tantangan kehidupan, termasuk memilih keaslian hadis. Tidak perduli apakah itu diriwayatkan oleh manusia berstatus sosial atau moral terendah apapun, kalau masih bisa dipertanggung-jawabkan konsistensinya dengan Quran. Di sini, siapa yang menilai? Ya kita sendiri. Kita harus melatih diri berfikir, bukan hanya mau disuap saja jadi konsumen kucing di dalam karung oleh para imam elit perusak ajaran tuhan.

Sudut pandang harfiah bisa saja muncul karena ide mengenal siapa atau apa tuhan sebelum mempelajari ajarannya. Betapa tidak, Quran sendiri sudah bilang tuhan tidak bisa didefinisikan, karena secara alami kapasitas akal manusia tidak akan mampu. Nah buat apa belajar tentang tuhan? Malah ada yang jatuh cinta sama tuhan segala. Yang mana kalau semua daya upaya yang diatasnamakan tuhannya gagal, malah jadi pembenci tuhan? Ribet sekali otaknya. Pendekatan mistik kini yang dianggap sebagai alternatiflah yang jelas memporak-ponda ajaran tuhan. Segala peristiwa pembuktian penting ajaran tuhan hanya dianggap mukjizat sebagai kuasa tuhan dan hanya tuhan saja yang tau. Kalau begitu buat apa kita baca Quran? Kalau kita sebentar-sebentar tidak boleh tahu ini-itu. Inilah akhir jaman bila orang buka Quran tulisannya hilang (dianggap bisa luntur sendiri tintanya), di mana pesan ajaran tuhan sudah tidak ada yang mengerti lagi. Mereka baca, dinyanyikan merdu, dapat piala kalau perlu, tapi tidak tahu apa-apa.

Mungkin mereka mengharapkan pahala (yang di Quran sendiri istilah pahala/dosa itu di mana?) dari mendengar alunan merdu para Qari dan Qariah. Apa mereka tidak sadar kalau dialog yang menyatakan kata seru dinyanyikan, tentu akan mengubah intonasi dan arti pesan Quran itu sendiri.

Dengan mempelajari dan mengerti nilai ajaran tuhan, kita secara implisit akan mengenal eksistensi tuhan. Tidak perlu tahu tuhan itu apa secara eksplisit, tidak mungkin. Di Perjanjian Lama, Musa, menantang tuhan untuk menunjukkan wujudnya. Maka digambarkan seperti semak terbakar (burning bush) yang tidak mengkonsumsi semak itu sendiri. Ini melambangkan bahwa 'essence' ajaran tuhan bukan berasal dari dari nature. Ajaran tuhan bukan ajaran law of the jungle. Ajaran tuhan adalah untuk manusia menghadapi tantangan kehidupan di alam ini. Ada lagi kisah (maaf saya lupa namanya, saya kutip tulisan Karen Armstrong - History of God) dimana seseorang nabi berlari turun dari bukit menjelaskan kepada umatnya: Kadosh, Kadosh Yahweh Sabaoth. Nah, terjemahan yang ada, kudus itu kan sesuatu yang suci. Namun dari bahasa sebenarnya, Kadosh itu arinya 'berbeda' (otherness). Yaitu sesuatu yang samasekali tidak menyerupai apapun. Dengan kata lain (bukan kesimpulan Karen Armstrong), bahwa ajaran tuhan itu berbeda dari apa yang manusia dapatkan dari mengamati yang ada, yakni alam. Kita harus melihat alam (mengamati peristiwa) dengan bantuan sudut pandang ajaran tuhan, sehingga nilai kebenaran yang dicapai absolut, bukan relatif terhadap perut sendiri, atau lebih parah, di bawah perut.

Dan dengan implisit pula, sejalan dengan berlatihnya kita melalui shalat dan puasa, dapat membangkitkan optimisme kepercayaan pada ampuhnya ajaran tuhan. Tapi ditegaskan di sini, tujuan kita bukan untuk mengenal dan percaya pada tuhan. Tujuan kita adalah membangun masyarakat yang indah, seindah taman, menurut ajaran tuhan. Bisa disingkat, setiap kata 'tuhan' yang ditemukan di Quran berarti 'ajaran tuhan'. Sehingga kita bisa mengerti Quran dengan baik.

Hasil pikiran yang sangat jauh dari Muhamad (Isra-Miraj), membuahkan kurikulum shalat, misalnya. Shalat bukan untuk menyembah tuhan. Namun sebagian dari kurikulum memahami isi Quran. Tidur awal, bukan gentayangan, bangun awal, kepala jernih, pahami Quran. Siang hari dalam usaha pembentukan diri dan masyarakat menurut ajaran tuhan, mengulang lagi apa yang barusan pagi tadi dipelajari, lima kali. Bukannya supaya hafal. Tapi buat supaya benar mengerti. Gerakan shalat melambangkan bagaimana kita tunduk pada ajaran tuhan. Berwudhu, melambangkan bagaimana kita berjanji untuk memiliki pandangan kehidupan yang positif waktu menyeka muka, dan berjanji menggunakan anggota tubuh yang lain untuk berbudaya positif.

Bukankah pakai sabun jauh lebih bersih? Ini bukan masalah bersih, kotor. Pakaian yang bersih, bukan pakaian yang ditekankan, tapi sikap yang dicerminkan. Tapi tentu saya tidak menyarankan berwudhu dengan air got atau berpakaian montir penuh oli, silahkan berfikir. Tidak mabuk, memangnya mabuk hanya bisa dengan alkohol? Ekstasi saja bukan narkotik, tapi bukan itu maksudnya. Mabuk artinya tidak sadar, atau tidak mengerti arti shalat. Nah, kalau tidak mengerti yang didapat apa? Yah, paling rasa lega bisa menjalankan suruhan tuhan, bisa dapat pahala, lepas dari dosa.

Apakah tuhan akan berkurang sucinya bila kita tidak mensucikannya? Bisa tenang, apalagi kalau khusuk, seperti membayangkan berdialog dengan tuhan. Nah, yang begini ini yang disebut mabuk. Banyak saya lihat ironi orang sebelum imsak balapan nonton filem porno, atau dansa setan di disko, terus mandi wajib buat puasa. Naif sekali, gaya catatan si Boy jaman baheula, kali.

Konsep shalat dan puasa sudah ada sebelum Muhamad. Sejauh fakta sejarah yang entah seberapa kebenarannya, namun silahkan perhatikan gerakan shalat orang Kristen Orthodox. Malah mereka melakukannya 7 kali sehari. Terlalu mirip, lebih jauh, pelajari apa yang dilakuan para Yahudi di synagogue mereka. Bisa terkejut, kalau kita semua ternyata sama. Puasapun bukan sesuatu yang baru. Ini saya sampaikan buat peringatan betapa konsistennya ajaran tuhan dari Adam dulu lagi. Yaitu manusia pertama yang berhasil membuktikan positif ajaran tuhan dalam kehidupan nyata. Jadi kalau sejauh yang kita tahu Muhamad cuma membuktikan ajaran tuhan yang didokumentasikan menjadi Quran dengan memanfaatkan energi Jibril untuk menghadapi tantangan kehidupan, maka, mengapa harus ada tongkat menjadi ular dan sebagainya? Adalah usaha orang Romawi, salah satunya untuk menyimpangkan ajaran tuhan.

Jaman kekristenan waktu itu sangat menyulitkan Romawi. Maka banyak yang orang kristen yang disiksa dan dibunuh. Namun Romawi tidak bodoh rupanya (kalau bodoh kita tidak akan kenal bahasa latin), mereka sadar, ide harus dilawan dengan ide. Maka mereka memeluk Kristen dengan modifikasi hebat Helenisasi (Yunani). Romawi sangat terkenal dengan hedonisme mereka.

Mereka akan bekerja keras mencari alasan untuk pesta pora. Apa itu hari Natal? Apa bukan hari pesta orgy mereka? Sekularisme mulai diperkenalkan di sini. Gereja buat orang sembah tuhan, senat buat orang mau tidur. Islam ya numpang kecipratan saja getahnya, sampai sekarang. Maka kini, di jaman paska perang dingin yang dimenangi Barat begini, semua agama sama saja mirip Kristen olahan Romawi.

Penjelajahan (penjajahan) daerah baru dengan mudah dilakukan dengan kedok misionaris mereka, menyebar berita baik firman tuhan katanya, tapi sumber daya alamnya saya ambil, macem Belanda jajah kita saja. Tidak ada bedanya dengan pedang Islam, ujung-ujungnya penaklukan daerah orang, dasar rampok. Dibilang menyebar dengan pedang, tersinggung, marah.

Puasa, orang bilang kalau diterima tuhan, napasnya wangi dan bisa ketemu tuhan. Lha ini kan luar biasa, napas orang tidak makan dan minum kan apek sekali. Dan celakanya bisa ketemu tuhan lagi. Yang mana, menurut mereka tuhan itu kan pencipta alam (yang sebenarnya bermaksud bahwa ajaran tuhan itu universal - semesta alam), yang berarti superset dari alam ini. Mana bisa superset bisa sekaligus subset? Nah kalau ditanya apakah puasanya diterima (sic.), jawabnya itu urusannya dengan tuhan, kita tidak perlu tahu. Lho, bukannya kalau puasa orang itu berhasil, akan bisa dilihat dari budayanya sehari-hari? Apakah dia berhasil melatih sabarnya dalam mengambil keputusan untuk menghadapi tantangan dunia nyata.

Latihan sangat perlu, karena dengan latihan kita bisa membentuk kebiasaan baru atau budaya, baik untuk diri dan masyarakat. Quran bilang, tuhan melihat kelakuan manusia, apapun, walau sekecil atom. Nah ini bisa jadi isu arogansi intelektual. Canggihnya Islam itu, jaman padang pasir saja sudah tahu adanya atom. Nah yang dipermasalahkan adalah kuasa si tuhan yang super atau istilah atom yang kebetulan digunakan. Overshadowing the real meaning. Getting dilluted. Padahal maksudnya: ajaran tuhan melatih manusia peka terhadap apa saja kelakuan kita, walau sekecil apapun. Bukan seperti ajaran fiqih sekarang, dosa kecil kan bisa dihapuskan dengan puasa. Jadi buat saja terus kesalahan kecil, terus menerus, sampai terbiasa, hingga seberapa kecilnya pun sudah kabur. Hingga akhirnya terserap dalam budaya masyarakat itu sendiri. Bila budaya sudah reyot, habis puasa toh dosa 'kecil' tersebut dianggap hilang.

Bentuk kesadaran inilah yang dimaksudkan dengan arti zikrun, atau zikir, yaitu selalu berusaha sadar. Bukan membaca nama tuhan ratusan kali buat diampuni dosa dan lain sebagainya. Kesadaran seperti ini yang akan membantu kita dapat mendeteksi mana yang benar, mana yang salah, relatif terhadap Quran, dalam menilai segala peristiwa yang terjadi di sikeliling kita. Kalau sudah tahu, maka ada kesempatan untuk mau atau tidak untuk melakukannya. Kalau tidak tahu, ya mana ada kesempatan, labrak saja, lagi nge-trend ini, yang penting kan Islam, cari selamet (di sorga katanya). Yang celaka ya mungkin orang seperti saya, sudah tau tapi tidak (bisa cari alasan untuk diperhalus: belum) mau, kebiasaan makan kodok sih.

Masalah mau atau tidak, berbeda proporsinya dengan tahu benar atau salah. Maka dari itu perlu ada latihan. Latihan ya maksudnya seperti peristiwa terkontrol (controlled events) yang biasa terjadi di laboratorium. Dites dulu. Makanya puasa itu hanya ganti jam makan, selebihnya belajar keras memerangi pikiran busuk, walau sekecil atom. Tidak perlu berbuat, berfikir saja sudah harus dibasmi. Nah, aplikasinya ya di 11 bulan lainnya dalam setahun, yaitu kehidupan nyata, tempat pembuktian apakah puasanya berhasil. Bukan ekslusif urusan antara diri dengan tuhannya.

Saya mengimpresikan tulisan saya hanya untuk orang yang mengaku Islam saja. Sayang kalau begitu. Silahkan para non-Islam mempelajari kehidupan masing-masing. Saya optimis, sudut pandang yang saya tawarkan dapat membantu mengupas pertanyaan umum.

Hindu cerita tentang ajaran kasta yang kini umumnya didiskreditkan. Awalnya mungkin itu adalah ajaran pembentukan pemerintahan, pembagian tugas masyarakat yang indah. Apa nyana, seperti penjurusan IPA, IPS, Bahasa di SMA. Si IPA dianggep jauh superior dari yang lainnya. Kasarnya jurusan Bahasa itu buat orang bego. Walau jurusan Bahasa atau sastera sangat dekat dengat filosofi, atau apresiasi estetika dari abstraksi prikiran manusia. Nah kembali ke si Brahma sang pengontrol yang memiliki kesempatan berkuasa, kenapa tidak diamankan saja sampai turun temurun? Nah, makanya ajaran kasta pada umumnya sekarang dikenal sebagai alat pecah-belah. Karena diaplikasikan menurut hereditas. Bayangkan si Sudra, sampai generasi kapanpun ya jadi kuli. Dan celakanya, hubungan antar kelaspun dianggap taboo.

Budha, dengan inkarnasinya yang harfiah, melihat jalan menuju penyempurnaan 'soul', si pemilik 'soul' akan dilahirkan berulang-ulang dalam bentuk berbagai binatang, sampai pada titik kesucian mutlak, nirwana. Kenapa tidak melihat bahwa akhir dari pilihan kehidupan berantakan ya akan menghasilkan budaya babi? Tidak perlu mati secara fisik dan dilahirkan menjadi seekor babi betulan. Itu hanya mengulur ketakutan. Orang harus terbiasa takut dengan aksi negatif yang mereka lakukan pada detik ini.

Ingat kematian berarti akhir dari fase. Bukankah kiamat berarti hari kebangkitan? Akhir adalah awal dari suatu proses yang baru, bisa negatif atau positif, sangat tergantung dari fase sebelumnya. Quran mengatakan tentang manusia yang dihidupkan, dimatikan, dihidupkan lagi, atau tentang siang berganti malam, berganti siang lagi. Ini semua tidak lain hanya perubahan fase budaya. Bisa berskala sekecil pola nafas kita (tahan napas saja, akhirnya apa?), kematian fisik kita, atau yang berskala geologi seperti nyasarnya komet atau asteroid yang menghapuskan dinosaurus dan kebudayaan di Mars. Namun yang biasa ditekankan di Quran ya yang berhubungan dengan sebab-akibat. Naik-turunnya kehidupan kita, seperti itu. Misalnya kalau memakai narkotik, hidup tidak bisa terkontrol, jadi kacau. Quran itu sesederhana nasehat dokter, untuk bertahan hidup, minum bila kamu haus, untuk menghindari dehidrasi. Terserah kita mau minum supaya terus bertahan hidup atau mati seperti ikan asin, atau lebih payah, nungging menyembah sang dokter yang bijak pandai, sampai jadi ikan asin.

Memang banyak sindiran terhadap prilaku manusia yang digambarkan sebagai binatang yang diasumsikan hina, seperti babi, keledai, ternak dan sebagainya. Quran dan Bible cukup umum memakainya. Yesus adalah seorang penggembala. Dia sayang sekali pada ternaknya. Bisa diartikan, dia adalah pemimpin masyarakat yang sangat memperhatikan keperluan umatnya.

Bible cerita tentang kejadian alam di Genesis, di mana fase sebelum tercipta bintang, suadah tercipta cahaya dulu. Sejauh yang diketahui, sumber cahaya di semesta ini adalah bintang. Bagaimana cahaya muncul lebih awal dari bintang? Ini tidak bisa dibilang salah urut atau teknologi dulu memang setolol itu. Kita harus melihatnya sebagai: langkah awal mengenal atau mulai mengerti ide universal ajaran tuhan (dilambangkan sebagai terciptanya alam - universe, superset) adalah dengan kemampuan untuk memisahkan yang baik (yang dilambangkan sebagai cahaya) dari keburukan (kegelapan). Dan seterusnya, silahkan dicari sendiri.

Pandangan bahwa hidup ini fana dan kehidupan setelah mati adalah kekal, bisa berdasarkan ajaran Plato dalam dialognya, tentang gua. Yang dikritik habis oleh Quran dengan nama surat yang sama, Al-Kahfi. Menyedihkan sekali orang yang memproyeksikan kehidupannya untuk setelah mati. Mereka bisa menjunjung moral dan lain sebagainya. Namun karena targetnya berbeda, ya ngambang saja. Malah jadi bulan-bulan para naturalis.

Seperti bangsa kita yang bermodel Plato ini, ya habislah dijajah dan dikoyak-koyak antara para superpower. Sisanya? Orang model Sukarno dan Suharto yang memimpin kita. Masa depan bangsa? Hancur. Bisa kita lihat si kecil Thai dicubit Soros saja bisa kelabakan ekonomi se-Asia timur, nggak terkecuali Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Nah kalau negara ke-4 terbesar di nunia tenggelam, ini jelas akan mengubah jalanya sejarah.

Great depresession seperti awal abad ini bisa saja terjadi. Semua mimpi muluk kehebatan millenium baru nyemplung ke got. Nah makanya mari kita cari jalan. Hanya otak kita yang bisa kita pakai.

Entah, mungkin sudah waktunya kita buka baju nasionalis model Suharto yang buta dengan kebanggaannya kehebatan (sic.) bangsa kita. Padahal daging kita sedang terus digerus dari dalam. Kita harus belajar malu jadi bangsa Indonesia, seperti malunya Adam (telanjang, dibuang dari sorga) keluar dari ajaran kehidupan positif tuhan. Mari kita saling bahu membahu membentuk konvensi kenegaraan yang paling tidak mengizinkan kita hidup berbagi ruang dan waktu. Kita sama-sama singkirkan Suharto dan benahi moral kita yang compang-camping. Bangunlah Indonesia Raya. Tapi ingat, kita bangkit bukan untuk bersaing dengan negara lain. Bila kita sudah kuat, jangan seperti si angkuh Brunai, melihat tetangganya Thai kewalahan, anteng-anteng saja, mentang-mentang beda agama dan ras.

Jangan berfikir buat negara Islam, itu bunuh diri. Ingat Islam itu universal, tidak boleh dibatasi oleh geografis. Itu sama saja membuat tembok Cina. Dan ingat kita baru bisa klaim Islam kalau usaha kita sudah bisa dibuktikan berbuah Islam. Bukan berbuah khuldi. Mari belajar ekonomi dan ketatanegaraan yang Muhamad buat. Sistem ekonomi zakat sebagai pengganti kapitalis barat. Ketatanegaraan yang tidak sekuler. Maksudnya para pemimpinnya seperti imam dalam shalat berjemaah. Kalau imam ruku, makmum memang ikut ruku. Tapi itu untuk supaya sinkron saja. Tiap makmum sudah tahu apa tugas mereka masing-masing. Bukannya lantas imam joget, terus makmum joget. Begitu pemimpin korupsi, ya lekas diganti, bukan malah ikut melestarikan korupsi. Ingat Islam adalah konsep kehidupan. Yang penting revolusi otak, bukan fisik yang tergenang darah. Banyak betul PR kita ini.

Bisa dibedakan jauhnya efektifitas pendidikan nilai moral yang didasari logika kesadaran versus dipaksa percaya model propaganda. Di Jepang misalnya, kita tidak membuang sampah sembarangan, karena sadar betapa buruknya prilaku seperti itu, diexponenkan frekuensi, durasi dan kuantitas orang sejenis pelaku. Maka susah melihat orang buang sampah sembarangan di Jepang. Makan di restoran fast-food saja, mereka akan dengan sendirinya membawa baki bekas makan mereka ke tempat sampah untuk membuang bungkus dan sisa makanan mereka. Namun di Singapore, orang takut buang sampah karena takut didenda. Atmosfir yang menekan dapat dirasakan, sepertinya polisi sedang mengintip di balik bahu. Nah kalau banyak duit, bisa buang sembarangan, toh mampu bayar, malah bisa dipikir sebagai membantu pemasukan negara. Kalau di Indonesia, ada tulisan buang sampah, biasanya ya jadi tempat sampah. Melanggar peraturan di negara kita malah menimbulkan kepuasan pelaku, ya karena hukum sudah tidak ada nilainya lagi di Indonesia. Mobil berhenti di lampu merah bisa dicopot dopnya sama tuyul-tuyul kecil ciptaan kita kalau perlu.

Di sini bisa dilihat bila nilai abstrak universal bisa hancur bila dibuat spesifik. Ide positif apapun akan setuju untuk berbuat baik, suatu konvensi nilai yang tidak bisa ditawar, bagi atheispun (ingat, Muhammad pada awalnyapun atheis, dia menolak semua konsep ketuhanan atau ide pandangan hidup yang ada pada jamannya). Namun bila sudah dibuat spesifik, akan muncul banyak lobang buat para lawyer modelnya Devil's Advocate.

Orang pergi ke pengadilan buat cari siapa yang menang (kasi uang habis perkara), toh para pengacara atau pembela akan berusaha menurut tarif, atau tekanan politik, bukan mencari keadilan. Ingat peristiwa munculnya ekstasi, suatu perkembangan ide, samasekali tidak baru, konsep usang yang mengarah negatif. Namun karena tidak bisa digolongkan sebagai narkotik, harus dibuat penyesuaian yudikatif. Di sini pentingnya abstraksi.

Kalau Adam adalah manusia pertama terbuat dari tanah, kok tuhan kasi tulang yang bisa ditemukan para arkeolog untuk membuktikan adanya evolusi? Kenapa kita gengsi benar jadi keturunan monyet. Toh kita masih pakai hukum rimbanya si monyet, dimana yang kuat yamg menang? Survival of the fittest.

Biarkan saja dari monyet mana kita berasal, kuning, sawo mateng, hitam, putih tidak berarti apapun. Padahal yang ditekankan di sini adalah manusia berasal, atau berarti bertanggung-jawab, memelihara ekologi tanah atau bumi yang cuman satu ini, untuk berbagi hasil sumber daya alamnya. Ingat berhenti makan sebelum kenyang berarti berhenti mengkonsumsi hasil jerih payah kita sendiri untuk membantu yang lemah. Bukan seperti konsep kapitalis, modal kecil untung besar, yang rugi massal manusia. Kapitalis dengan konsep ekonominya membuat bangsa kita tinggal dibalik kardus di kolong jembatan sedangkan yang kaya tidak bisa dibayangkan kekayaannya, kalau perlu seperti si Bill Gates, 90 billon dollar and counting.

Kapitalis dengan konsep individualismenya merusak moral dalam persaingan bisnisnya. Yang kaya akan terus kaya, yang miskin akan terus miskin. Mau bunuh diri? Pinjam saja uang dari bank. Setiap individu adalah saingan dari individu lainnya. Mereka berlindung dibalik hak asasi gombal. Kita saja yang sekarang hidup di jaman Barat sedang menang. Kalau kita dilahirkan di Jerman Timur tahun 50-an, bisa saja kita mati-matian menentang kapitalis dan melihat komunis sebagai solusi hidup. Apa daya si komunis dipenuhi para koruptor. Sebenarnya ide apa saja bisa jalan (walau hanya sebentar) kalau tidak mementingkan diri sendiri, walaupun ide itu akhirnya akan mengarah ke kehancuran. Pancasila mungkin bisa saja terus sakti, kalau Suharto pinter nggak nembak pelajar Trisakti, pada awal kejatuhannya.

Komunis? Kalau perlu si proletar seperti petani kecil dikasi bedil. Tembak tuh si kaya. Untuk membentuk keadilan, si lemah disuruh melawan yang kuat. Gila juga Lenin bikin revolusi begitu, bunuh Tsar dan sebagainya. Ironinya Sukarno ikut kagum segala. Komunis belajar dari konsep sosialis, yaitu kerjasama satuan kecil untuk membentuk tubuh yang lebih besar. Belajar dari tubuh, organ, sel, atom dan seterusnya, pasti. Sedangkan si kapitalis bisa saja belajar dari bintang-bintang yang pada hidup sendiri. Lucunya kita bisa melihat pola seperti elektron yang mengorbit nukleus bisa saja sebenarnya dieksponenkan cukup besar untuk mendemonstrasikan sistem tata surya. Dengan kata lain kapitalis-komunis, hasil manusia mengamati alam dalam usaha menjawab tantangan alam itu sendiri. Bagaikan mencoba menentukan arah rakit di tengah laut dari melihat arah ombak. Di mana hasilnya tidak lain adalah piramida sosial, pengeksploitasian massal manusia. Semacam Indonesia, yang kaya 1 juta orang dari 200 juta rakyat yang tidak tahu harus pakai apa besok beli makanan, bayangkan betapa kayanya mereka? 

Kok bisa konsep komunis-kapitalis ada di Quran? Lha yang disebut timur dan barat berkali-kali di Quran itu apa? Ingat namanya saja yang bisa berubah (energi berubah bentuk), konsepnya sama. Jamannya Muhamad, emporium Barat diwakili oleh Romawi. Bangsa gila yang kini jadi kiblat kita. Sosialis timur diwakili oleh Persia lama. Ingat, ajaran tuhan itu seperti lampu yang bahan bakarnya akar yang tidak tumbuh di timur maupun barat.

Kita memang dilatih melihat alam atau peka terhadap kejadian di sekeliling kita untuk membuktikan ajaran yang dibawa Muhamad dan para nabi sebelumnya. Ibrahim dibakar masih hidup. Itu maksudnya pembuktian ajaran tuhan, paling tidak yang disampaikan oleh si Ibrahim waktu itu mampu melindungi masyarakatnya dari api kekacauan. Nah, ini contoh membaca Quran. Bukannya kenapa Ibrahim tidak mati dibakar? Oh itu karena tuhan berkehendak begitu. Nah silahkan ikut sunnah nabi Ibrahim dan bakar diri anda sendiri.

Masalah kehendak tuhan. Intervensi suci (divine intervension) sangat berpengaruh kepada masyarakat yang 'beragama'. Betapa tidak, mereka berdoa agar diberi petunjuk. Kalau orang tidak mencari ya tidak ada kemungkinan untuk menemukan apa yang mencari. Berharap saja, tentu samasekali tidak cukup, mungkin berharap itupun bukannya dianjurkan. Buat apa berharap supaya tidak hujan? Bawa payung kan bisa? Buat apa debat UFO itu ada apa tidak? Ya lihat bagaimana fakta membuktikannya saja. Bagaimana kita mengantisipasi masalah itu yang lebih penting. Seperti Darwin bilang kita dari monyet, kalau kita bisa buktikan sebaliknya ya silahkan. Asal pakai otak. Ide harus dilawan dengan ide, kalau tidak bisa, berarti itu yang dianggap betul untuk sementara ini. Begitu pula sudut pandang yang saya tawarkan. Bukan sewot kasi fatwa mati orang seperti Salman Rushdi. Yang kalau kita teliti bahkan setan pun berkata di Quran, bisa saja kita bilang Quran itu firman setan kalau perlu. Dan tidak perlu Socrates minum racun.

Doa selamat kepada Muhamad, buat apa? Muhamad malah jelas sudah selamat, kok bukan kita yang celaka ini yang perlu didoakan? Maksud memberi doa selamat kepada Muhamad berarti berjanji untuk mencontohi usaha pembuktian ajaran tuhan oleh manusia yang bernama Muhamad.

Kalau tidak salah ada hadis yang mengatakan Muhamad, kemanapun di pergi, selalu ada awan yang melindunginya dari terik matahari. Wah mistik sekali ini. Tapi coba dilihat dari sudut pandang yang lebih 'do-able' pada kehidupan sehari-hari kita. Muhamad sebagai contoh pembuktian ajaran tuhan akan selalu bisa mengantisipasi tantangan sosial yang dihadapinya.

Lempar baru ke kaca (hobi terpopuler para penjarah), pasti pecah kan? Lempar seribu kali, pecah seribu kali. Nah, kaca pecah apakah karena izin tuhan? Maksud doa itu bukan harapan. Quran bilang: doa orang mukmin dikabulkan tuhan. Apakah doa non mukmin tidak pernah dikabulkan tuhan? Nah untuk jadi mukmin berarti kan harus harus berfikir, berucap dan berkelakuan menurut ilmu positif dari Quran, yaitu berusaha keras mencapai tujuan yang positif, dengan cara yang positif pula. Mengenai dikabulkan tuhan, karena kita sudah tahu bahwa kata tuhan di sini berartu ajaran tuhan, maka maksudnya bila tercapaipun tujuan positif tersebut, maka hendaknya mengkonsumsinya sesuai dengan cara yang positif. Jadi doa itu artinya janji untuk berusaha, dan kalau berhasilpun ya kudu menggunakan hasil tujuan tersebut untuk membantu yang belum berhasil.

Jahat sekali tuhan kalau benar dia mengintervensi segala kelakuan kita. Yang jelas ajaran tuhan bisa diamati di segala kelakuan kita. Berhentilah berfikir tentang tuhan, karena bukan itu tujuan dari segala ide. Mau pinter komputer? Masak mau nyembah para penemu dan para instrukturnya? Bisa saja terjadi sih kalau kita memang sudah luar biasa idiot. Yang mana memang iya, kenapa Bill bisa gila begitu kayanya? Royalitas yang bisa dilihat sebagai sesajennya Nyi Roro Kidul itulah sebabnya. Pengetahuan seharusnya gratis, dan bukan monopoli negara maju, atau para elit profesor ubanan.

Menyinggung pernikahan, Muhamad kawin lebih dari satu bukan karena dia adil, dan bukan karena cinta. Batasan cinta dan nafsu (love and lust) itu teramat tipis. Muhamad berbuat itu karena tugas. Tugasnya membimbing pasangannya memahami kehidupan menurut ilmu positif tuhan. Namun biasanya yang menyebabkan orang Islam kaya sekarang kawin lebih dari satu isteri ya, demand yang di bawah perut. Berlagak adil, tapi menghancurkan rumah-tangga dan masa depan anak. Perkawinan adalah institusi terkecil masyarakat untuk membuka kesempatan membuktikan ajaran positif tuhan.

Dengan perkawinan, dua atau lebih manusia dapat saling membantu dengan sangat dekat mengingati tujuan kehidupan. Akui, cinta bisa pudar, yang menyatukan manusia adalah interest bersama meminggul tanggung jawab suatu tugas. Orang yang kawin berdasarkan 'cinta', ya kawin cerai, tidak teratur hidupnya. Namun sekarang, karena kawin ya dianggap tiket buat pesta sex saja, habis bosan, ya cerai. Makanya cerai sangat disesalkan, karena walaupun manusia itu tetap bebas memilih pilihan kehidupannya, tapi sangat disesalkan bila harus berpisah, karena harus terjadi perbebedaan pilihan kehidupan. Muhamad-pun kawin dengan cara apa? Itu tidak penting, yang penting sepakat untuk berkerja-sama sebagai suami-isteri untuk saling membantu membangun kehidupan indah.

Quran bilang, di neraka itu manusia sesak sekali dadanya, diberi minum air yang panas dan buah yang berduri. Ya jelas saja, hidup tidak teratur, mana bisa tenang, selalu kacau, gundah-gulana, buah hasil usahanya yang dicapaipun tidak bisa dikonsumsi.

Quran bilang manusia itu kekal di dalam neraka sampai manusia itu sendiri mau keluar dari situ. Quran cuman memberi pilihan kepada manusia, semua konsekwensi sudah dijelaskan, semua terserah manusia. Tuhan hanya sebagai pencetus ide dasar saja. Maksudnya, ajaran tuhan di Quran ya abstrak saja, manusia sendiri yang harus berfikir. Cukup banyak pembuktian didalamnya, sayang hanya dilihat sebagai mukjizat yang maha kuasa.

Ingin saya mengulangi seperti tulisan saya yang lalu tentang narasi penciptaan manusia. Di situ digambarkan tuhan yang notabene katanaya pencipta segala alam semesta, kok mau buat manusia dari tanah saja harus rembugan sama malaikat ciptaannya sendiri, sama setan lagi, luar biasa.

Seperti tuhan itu menempati ruang dan waktu saja. Coba tanya Stephen Hawking, di mana tuhan, ya tidak ada. Apa yang terjadi sebelum big-bang? Yang tidak terdefinisi, karena dimensi waktu baru tercipta waktu big-bang itu sendiri. Nah terus, tuhan di mana dong? Pertanyaan ini tidak akan muncul kalau kita tidak berfikir apa itu tuhan seperti yang direcomendasikan oleh para ulama. Maksud dari narasi ini adalah, ajaran tuhan yang didokumentasikan menjadi Quran, mengkonfirmasikan manusia sebagai mahluk alternatif. Mahluk yang bisa memilih energi apa yang dipakai dalam pemrosesan data di otaknya. Prilaku negatif yang diawali dengan pikiran negatif yang memanfaatkan energi setan, jelas menuju kehancuran. Begitu pula sebaliknya. Jubril tidak tidur setelah matinya Muhamad. Energi Jibril sebagai unsur pasif yang bisa kita pilih untuk pilihan positif kita selalu tersedia. Kita hanya perlu mengenal energi apa yang kita pakai. Tidak perlu membayangkan setan bertanduk nyengir di kuping kiri bisikin yang jahat, terus ada malaikat besayap yang berdoa agar kita tidak terpujuk oleh rayuan setan dan lain sebagainya.

Kalau saya ditantang menjelaskan fenomena orang bisa ngambang apa kebal segala, ya coba pikir, baca Quran buat begitu apa bisa membantu keadaan dunia ini? Bukankah malah bisa jadi sombong dan bisa mengarah ke arah negatif? Apalagi itu adalah usaha pendekatan dengan menggunakan metode mistik yang membekukan otak. Kalau sampai ada memedi yang nongol di depan saya, bisa saja itu proyeksi otak saya yang memancing saya agar kembali ke fikiran mistik. Kalau tidak percaya, kanapa leak kok hanya ada di sekitar Bali dan voodoo hanya ada di sekitar Tahiti? Mengapa tidak sebaliknya? Itu karena pemahaman itu hanya didukung oleh masyarakat lokal itu saja. Tidak mutlak universal sebagai ide yang 'do-able' di kehidupan nyata. Bagaimana dengan jin? Jin itu ya mahluk gaya (energi, ide), yang netral. Bisa dimanfaatkan untuk tujuan positif atau negatif. Makanya ada jin kafir dan Islam, tergantung bagaimana kita memanfaatkanya. Kalau bingung, bandingkan dengan internet, apa bisa disensor oleh inder kita? Tentu tidak, yang ada, kita tahu apa saja yang bisa kita dilakukan dengannya, mau pornografi, atau diskusi seperti ini? Nabi Sulaiman terkenal sebagai pemanfaat teknologi tinggi, kalau mau disimak. Kalau anda ngotot dengan ide memedi, ya memang susah. Karena untuk sampai percaya ke arah itu saja susahnya bukan main, seperti mau percaya sama tuhan itu saja. Kalau sudah percaya, yang tentu sudah tidak pakai otak lagi, ya susah mau pakai otak. Berat memang orang yang sudah terlatih untuk percaya dengan doktrin fikih, tauhid, tasauf dan sejenisnya seperti yang disponsori oleh para ulama ratusan tahun setelah Muhamad mati tersebut. Lihat saja apa yang Suharto bisa buat dalam 30 tahun. Begitu pula sebaliknya. Kita semua perlu latihan, untuk mencapai suatu tujuan, setelah memalui proses mencari tahu, dan yang penting: mau.

Lihat bagaimana tauhid mengacaukan konsep Quran dengan satuan pahala-dosanya. Misalnya ada orang mau tobat korupsi. Dia ya berhenti korupsi (mungkin capek, mau istirahat sebentar), tapi dia tidak mengembalikan jarahannya. Dia kemungkinan besar akan menyumbang pada yayasan, atau kalau perlu buat yayasan baru, selain mendapat pahala buat 'mengimbangi' dosanya, mungkin dia bisa dapat untung dari yayasannya. Ini ya model Suharto-lah. Sudah jelas kalau sudah janji melontar jumrah, ya berhenti dari kegiatan negatif itu dan mengerahkan perhatiannya untuk mereparasi apa yang sudah dirusaknya. Ini yang dimaksud keadilan, bukan plus minus satuan dosa pahala.

Tuhan maha esa, ajaran tuhan adalah pemersatu ide, universal, ajaran yang memperkenalkan nilai mutlak positif dan negatif prilaku manusia.

Tuhan maha kuasa, ajaran tuhan sangat berpotensi sebagai pemberi solusi terhadap tantangan manusia yang hidup di alam ini, very powerful.

Tuhan maha melihat, ajaran tuhan membentuk diri dan masyarakat yang sangat peka. Hingga kesalahan kecil di otak saja sudah bisa ditalangi. Tidak perlu harus sampai terjadi. Seperti di awal tulisan, di mata tuhan, miskin-kaya sama saja. Maksunya ya dengan sudut pandang ajaran tuhan kita harus berusaha mendekatkan jurang kaya-miskin. Bengan membantu yang lemah tentunya, bukan dengan akal bulus komunis-kapitalis. Naif sekali melihat orang dilahirkan bisa mendapatkan kesempatan yang sama dengan sendirinya. Harus ada usaha untuk membantu yang lemah secara aktif.

Tuhan maha pemurah dan penyayang, ajaran tuhan pembentuk kehidupan yang didasari penghormatan kepada manusia lain, tidak memperlakukan manusia lain sebagai alat atau objek. Menjunjung nilai moral yang sangat tinggi. Kalau tuhannya yang pemurah dan penyayang, kok orang harus dihukum.

Katanya segala sesuatu ditentukan tuhan, lahir, jodoh, kematian, sudah ada takdirnya. Nah kalau orang sudah ditakdirkan sudah jadi bandit, kok harus diadili dan dihukum? Berarti kita tidak boleh menyeret Suharto ke pengadilan dong.

Istilah takdir memang sudah sangat menyimpang. Takdir harus dimengerti ulang sebagai hasil akibat dari suatu sebab. Sehingga, takdir tuhan, dapat dimengerti sebagai, kepastian ajaran tuhan tentang konsekwensi prilaku manusia atas pilihan kehidupannya sendiri.

Suharto sekarang berada di alam barzakh. Fase perantara. Akhir fase kekuasaan legalnya sudah berakhir. Terserah pada kita, masyarakat sendiri, termasuk konco-konconya pelindungnya, untuk membuktikan tangannya agar mengaku berlumuran darah dan sangat kotor (kalau mau versi seremnya: tangannya biar keluar mulut yang bisa komat-kamit bilang sendiri 'saya mengorder pembantaian massal seluruh Indonesia dan saya menjarah hak bangsa saya'). Kalau mau ikut ajaran positif tuhan, ya sudah, lepaskan temptation uang Suharto pengadu domba, jangan biarkan dia memanfaatkan uangnya untuk kabur seperti Edy Tanzil, atau meneruskan skenario darurat militernya.

Quran bilang, neraka itu bahan bakarnya manusia. Jelas yang dimaksud di sini, ya hasil kekacauan sistem masyarakat itu karena dukungan masyarakat itu sendiri. Contohnya budaya yang super mengakar di masyarakat kita: korupsi, kolusi, nepotisme. Hebat sekali Suharto, bisanya menyemai dan memelihara benih seperti itu selama 3 dekade, kini kita kebagian hasil tuaiannya.

Quran bilang di syurga itu kita bisa memetik buah, sambil berbaring lagi. Gaya bener, seperti orgy orang Romawi dong. Di mana maksudnya, saya tebak para netter sudah pada tahu: dalam sistem masyarakat yang indah menurut ajaran positif tuhan, akan sangat mudah kita mencapai hasil usaha kita, tidak seribet sekarang, mau tidak korupsi, malah ditertawakan.

Ya sudah, saya hanya ingin merangsang orang berfikir saja dengan mengajukan beberapa contoh petikan buah arti bacaan beberapa kitab yang dianggap suci. Saking sucinya sampai jarang sekali disentuh. Terus terang ya saya baru belajar. Saya sendiri masih harus berani untuk jihad melontar jumrah saya sendiri yang berton-ton. Silahkan meneliti sendiri. Mungkin malah kita bisa sama-sama. Saya dengan senang hati dikritik, biar saya sendiri bisa tahu kesalahan saya. Asal dengan otak saja, tidak dengan hati (percaya, yakin, mistik, lelembut dan sebagainya), ingat kita harus mempertahankan logika berfikir kita. Hanya itu yang tersisa pada kita.