Thursday, May 21, 2009

Wisata Otak

Date: Thu, 08 Jul 1999 06:48:37 GMT

Saya ingin mengajak para netter untuk berani berfikir, menilai peristiwa kontemporer, relatif terhadap sudut pandang masing-masing. Tulisan saya jauh dari formal, dengan alur tidak menentu. Saya harap tidak terlalu membosankan, karena cukup panjang juga, maklum tiba-tiba jadi rajin menulis. Saran saya, save saja dulu ke disk buat menghemat pulsa internet.

Suharto sedang berusaha keras menghindari pertumpahan darah dengan memperlambat penghitungan suara pemilu. Mencari kesempatan buat mengatrol suara Golkar. Kenapa bisa begitu? Jelas karena dia berusaha mempertahankan hasil jarahannya selama 30 tahun lebih dari sitaan masyarakat. Kita berhadapan dengan perampok di sini. Bila bukan orangnya yang bakal mengontrol kekuasaan nantinya, dia akan sangat khawatir. Khawatir akan digugat, dihukum dan disita hartanya.

Kekhawatiran Suharto perlu diperhitungkan di sini. Peristiwa seperti Sambas, Ambon, Jakarta, Aceh, Timor, Irja bukan terjadi secara alami. Sudah jadi rahasia umum tentang modus operandi si Suharto satu ini.

Tentara disuruh suruh nyamar, bikin kaco. Orang sudah saling bunuh, rampok, bakar, perkosa dan lain sebagainya, maka tentara datang mengamankan dan tentu pula yang jadi hero. Lihat ide mem-PKI-kan orang tidak bekerja di Irja, maka dibuat saja 'GPK'. Yang penting kacau.

Bila bukan Suharto lagi yang mengontrol kekuasaan, bisa dibilang, seluruh Indonesia bakal dibikin kacau lagi, supaya bisa terjadi keadaan darurat. Keadaan darurat yang dikontrol militer membunuh 2 burung dengan satu batu. Satu, tentara jadi hero. Dua, harta dia terselamatkan.

Senario ini bisa dilihat jauh sebelum dia jadi presiden. 7 jendral (mestinya) habis dibunuh. Yang dituduh komunis. Bukan saya membela komunis (walaupun kapitalis tidak kalah bobroknya), tapi lihat sendiri. Dengan komunis dikambing hitamkan, dia berhak membunuh setengah juta orang dalam beberapa bulan saja, yang tentu saja kita tahu, komunis atau bukan komunis, ya perkosa, bakar, siksa, rampok, bunuh. Dan Amerika bukan main senangnya dengan penghapusan komunis di daerah ini. Bayangkan kalau Indonesia seperti Vietnam, dengan jumlah penduduk seperti kita, bisa jungkir balik sejarah.

Senangnya Amerika dengan model orang seperti ini ya banyak bisa dilihat di sekeliling kita. Dekade lalu misalnya si Marcos. Dengan memberi ijin basis tentara di Filipina, sah saja Marcos jadi diktator. Maka Suharto dengan medali menghapuskan komunis, jadi anak emas Amerika. Apa saja ya dibiarkan saja, termasuk memakan darah dagingnya sendiri. Mungkin mendekati akhir jamannya, Suharto mulai genit dengan para kyai, naik haji segala. Kalau Indonesia jadi negara Islam bisa jadi sarang teroris pikir amerika. Itu memang bisa saja, sekecil apapun kemungkinan.

Suharto amat sangat jahat. Sangat pintar memutar-balikkan fakta untuk menguntungkan dirinya. Ada problem? Bikin saja problem yang lebih besar, problem lama akan terselesaikan dengan mengharapkan orang lupa karena sibuk mengurusi problem baru yang jauh lebih rumit. Model gali lobang tuptup lobang saja. Sayang Megawati bukan Aquino, dan Gus Dur bukan kardinal Sin. Kita perlu solusi alternatif.

Daerah yang sudah terkenal dengan zero SARA pun bisa diaduk-aduk. Tekniknya? Kita dibiasakan untuk merasa sama rata. Dengan semu tentunya.

Mungkin dengan dalih 'di mata tuhan, miskin-kaya sama saja'. Contoh kecil, misalnya seragam sekolah. Yang kaya apa miskin harus berbaju sama. Bukan orang sadar dengan perbedaan sebagai kontrol dan peringatan kepada yang kuat untuk membantu yang lemah, tapi malah kalau perlu kasi jalan supaya Tommy memeras rakyat kecil, cari duit jualan sepatu OSIS seabad yang lalu.

Sebaliknya, tiap perbedaan yang ditonjolkan memang ditujukan untuk memecah belah masyarakat. KTP ex-tapol misalnya. KTP biasa kita sajalah. Mungkin hanya Indonesia saja yang di KTPnya ditulis agama apa si pemegang KTP.

Biar kalau sudah bisa bikin percikan api, mudah untuk menyiram bensin. Orang dicegat, agamanya lain, bunuh saja.

Bangsa kita sudah bobrok. Kita membangun masyarakat preman dengan membiarkan anak-anak mengemis di lampu merah. Sepuluh tahun lagi, lihat saja, badan mereka sebesar kita. Tapi otak mereka akan penuh kebencian dan dendam menglegak utuk merampok kita. Kita sedang dalam proses mendidik generasi monster. Habis sudah masa depan Indonesia.

Pendidikan maupun kesehatan semuanya berantakan. Kesehatan hanya buat orang kaya mencuci darah mereka. Bukan untuk meninggikan kualitas hidup masyarakat massal. Kan lebih baik membantu yang lapar dan penyakit kampungan. Orang mesti ingat, bahwa sehat berarti kesempatan untuk bertindak positif, meningkatkan kualitas hidup. Bukan harus hidup selamanya. Hidup sebentar tapi membantu jauh lebih baik dari hidup lama seperti Suharto. Pendidikanpun dijejali PMP, PSPB, Sejarah, dan sejenisnya yang isinya tidak lain hanya mengkonfirmasikan kesaktiannya superhero Suharto.

Rakyat kecil harus dibantu, tidak mesti itu ras apa, bukan pilihan mereka lahir mau jadi apa. Bila si kecil sudah bisa berfikir pun tidak harus terikat dengan agama orangtuanya. Orang harus belajar berfikir dan memilih yang baik untuk diri dan masyarakatnya. Nabi sendiri saja melarang orang dengan garis darahnya dijadikan elit. Dengan kata lain, ajaran, ide atau agama tidak boleh dipaksakan atau dimonopoli melalui hereditas.

Ide itu konsepnya universal. Seperti energi, tidak bisa di diciptakan dan tidak bisa dihancurkan, hanya bisa berkembang dan berubah bentuk. Hitler dan Pol Pot membuktikan kegagalan mereka menghancurkan ide dengan membunuh jutaan orang. Ide adalah energi kehidupan, atau nyawa bagi masyarakat.

Makanya kalau terbentur kata hidup dan mati di Quran, misalnya, tidak perlu berfikir tentang kehidupan dan kematian secara fisik. Buat apa takut mati apa kiamat, tapi tidak takut korupsi? Yang pada akhir kegiatan korupsi itu sendiri akibatnya mengacaukan sistem? Kacau seperti api, api yang di Quran akhirnya dianggap neraka kalau sudah mati oleh kita (walaupun kata neraka itu sendiri tidak disebutkan di Quran). Memang tubuh tidak bisa hidup tanpa akal, namun lebih pasti, suatu organisasi tubuh masyarakat akan hancur apabila sudah tidak bisa lagi berfikir. Seperti kita.

Lihat, karya seni, apapun bentuknya, biar itu filem, musik, sastera, puisi, drama dan lain sebagainya. Tidak lain ingin menyampaikan pesan. Bila pesan tidak mampu dicerna atau memang tidak ada yang bisa dicerna, maka nilai (ide, energi, nyawa) nya jadi tidak ada. Sedihnya yang jadi karya sampah seperti itu sekarang salah-satunya ya dokumen yang bangsanya seperti Quran ini.

Ide atau agama apapun di dunia ini tidak ada yang dapat menyelesaikan masalah sosial massal manusia, kalau tidak malah memperburuk. Ironis sekali, orang sibuk melindungi tuhannya masing-masing dengan saling bunuh, bukannya si tuhan yang malah melindungi mereka dari saling bunuh. Tuhan di mana? Tanya orang gila yang berlari di pasar dalam dialog Nitze. Bila ditanya kenapa? Jawabnya, tuhan sudah mati, kau dan aku yang membunuhnya.

Mungkin orang yang 'beragama' akan tersinggung atau hanya mengabaikan bualan ini, dengan mengganggap Nitze-lah orang gila itu. Kan tidak mungkin, tuhan itu kan tidak ada awal dan akhirnya, pikir kita. Yah itulah yang terjadi, ajaran tuhan sudah tidak tersampaian lagi nilainya. Sama seperti karya sampah yang dilupakan orang. Maksud tuhan tidak berawal dan berakhir sebenarnya hanya sifat suatu ide itu sendiri, seperti energi yang tidak bisa diciptakan atau dihancurkan, nyawa atau budaya suatu masyarakat. Masyarakat necropolis yang menuju kehancuran ya seperti kita ini, mungkin kita takut melihat kenyataan bahwa kita sebenarnya saling menyeret diri ke lembah nista. Atau hanya takut dosa kalau berfikir.

Tulisan yang saya sampaikan kali ini bisa dilihat seperti kehilangan fokus. Biar saja, toh Quran dengan seenaknya melompat dari satu topik ke topik yang tidak ada hubungannya samasakali, kalau perlu dalam satu surat lompat berkali-kali. Makanya baca Quran jangan dari mula sampai habis, untuk mengerti. Harus ada sudut pandang yang bisa melihat konteks. Bukan harfiah seperti umumnya sekarang. Kita harus melihat Quran adalah kumpulan ucapan si Muhamad yang diklaim olehnya sebagai ajaran tuhan. Dan ternyata mampu terbuktikan dalam siklus hidupnya sendiri. Pembuktian pencapaian kehidupan indah, seindah taman (jannah, bukan sorganya orang mati).

Pembuktian yang sebenarnya adalah sebagai contoh buat umat manusia. Kalau satu Muhamad saja bisa bikin begitu, nah apa akibatnya kalau kita sebagai kuantitasnya mencontoh kualitasnya? Sedih sekali untuk mempertahankan gagasan bahwa Quran bukan ciptaan Muhamad, Muhamad harus dikorbankan dengan dicap buta huruf. Pengorbanan yang sia-sia, malah bunuh diri. Islam dipimpin oleh seorang yang bersikeras tidak ingin belajar untuk melek huruf. Kitalah yang sebenarnya buta huruf. Makanya waktu dia iqra, dia mulai sadar betapa besar maksud dari membaca. Yaitu harus mengerti. Membaca apa saja, tulisan, peristiwa, forecasting, planning, (bukan mimpi seperti mistik atau khayal, tapi memvisikan, membayangkan) dsb. Kalau Muhamad secara harfiah buta huruf, siapa yang membuat gencetan senjata di Yathrib waktu dia mulai hijrah ke sana? Apa dia tinggal percaya saja sama sekertarisnya dengan memberi cap jempol? Kalau begitu, Muhamad adalah seorang plagiator, mengaku-ngaku usaha sekertarisnya sebagai usahanya. Muhamad membaca, menulis dan mengkoreksi berulang kali isi piagam Yathrib dan menandatanganinya dengan kapasitasnya sebagai orang yang bijaksana dan tidak buta huruf.

Muhamad itu itu seorang pialang dagang yang ulung, apa ada orang bisa membuat perhitungan rugi laba yang buta huruf? Dia tahu banyak informasi, sampai ada negeri yang namanya Cina yang jauh di timurpun dia tahu. Sampai cerita tentang tentara gajah saja tahu. Gajah yang bukan berhabitat di padang pasir, bisa dijelaskan. Kalau mau disambung mengenai gajah ya silahkan. Mana ada gajah bisa hidup di pasir? 1500 tahun yang lalu, bukan waktu geologi yang lama, padang pasir tetap padang pasir. Nah kalau sampai gajah ikut perang, ya anggap saja seperti harimau menyerang Belanda, yang tidak lain pasukan Siliwangi membuka front dengan Belanda. Silahkan berfikir: tentara Abrahah menamakan dirinya tentara gajah, tapi jelas bukan gajah. Dan burung Ababil? Bisa saja satuan tempur udara yang memiliki common interest melindungi Kaabah. Mungkin agak alergi dengan alternatif logika seperti ini, baiklah, tidak bermesin, pesawat layang saja sudah cukup untuk memjatuhkan bahan ledak dari udara. Ingat, Cina sudah bisa buat mesiu pada waktu itu.

Kenapa Muhamad mengklaim ini ajaran tuhan? Ya karena dia bukan seperti pencuri ilmu para saintis gadungan dunia sekarang. Bayangkan, misalnya sang saintis menemukan konsep kerjanya atom. Dia akan mengklaim dirinya penemu. Maka konsep itu hak ciptanya, bayar royality kalau mau transfer teknologi. Terserah dia mau buat bom apa PLTN, tidak ada beban moral samasekali. Atau seperti bio-engineering, bikin saja human clones, yang bahenol bisa jadi budak sex, yang perkasa jadi tentara, nilai manusia jadi hancur, tidak perduli bagaimana manusia itu tercipta, inseminasi alami, atau di laboratorium, tetap harus diperlakukan sama, dihormati. Muhamad sendiri selalu mengklaim temuannya sebagai ciptaan tuhan, maksudnya berbobot nilai universal ajaran tuhan, dan siapa saja bisa mempelajarinya.

Karena ide tidak bisa diciptakan. Karena si Habil tidak tahu harus mengapakan mayat si Qabil sampai ada gagak mencontohi bagaimana caranya mengubur ranting. (red: Maaf, saya bisa terbalik di sini, siapa membunuh siapa).

Dalam hidup kita yang sebagai subset dari di alam ini, kita menghadapi berbagai tantangan dari alam ini sendiri. Bagaimana bisa jawaban diperoleh dari mengamati pertanyaan? Jelas tidak mungkin. Di tengah laut yang jelas kelihatan seperti seragam, kita perlu referensi sextant, kompas, bintang atau arah terbit/terbenam matahari untuk mengetahui posisi dan arah. Kita perlu referensi untuk hidup. Kita perlu baca dan mengerti Quran. Kenapa Quran? Ya terserah, apa saja bisa. Konsep yang diajarkan Quran itu sangat universal kok. Orang non Islam yang berbuat baik jauh lebih bermanfaat dari orang yang mengklaim dirinya Islam. Hanya si non Islam itu sendiri saja yang tidak sadar kalau dia berbuat mengikut nilai positif ajaran Quran. Dan mungkin dia tidak akan mau mengklaim Islam, karena sudah alergi dengan bobroknya Islam sekarang ini. Islam tidak lain sekarang adalah agama pengacau.

Quran menyebutkan tentang penyempurnaan ajaran ini dengan menamakannya sebagai Islam. Jadi kita tidak bisa ngaku-ngaku Islam kalau pandangan, ucapan dan prilaku kita samasekali tidak mencerminkan Islam. Masalahnya orang hanya mempermasalahkan iman sebagai percaya saja, dan diukur melalui tebal-tipis keyakinan seseorang. Iman itu sebenarnya kata netral, misalnya iman terhadap duit? Ya yang dipikir bagaimana dapat duit, bicaranya cara mendapatkan duit, dan yang dilakukan ya cari duit melulu. Kecuali, dan memang, pilihan kita sekuler. Makan kodok tidak mau, karena binatang dua alam. Ke mesjid sembayang, tapi korupsi di kantor. Menghisap darah orang, dengan sistem ekonomi rentenir vampir. Hidup ambur-adul total diluar garis batas positif ajaran tuhan, bagaikan babi, tapi sama babi jijik, tidak mau makan. Bikin saja isu cop jari pemilu dikasi minyak babi. Wah bisa roboh Indonesia.

Mengenai makan, suatu kesempatan untuk bisa mendekatkan manusia dari segala jalan kehidupan di satu meja, bisa gagal karena ada yang makan babi. Kenapa sampai isu babi yang sepele bisa memporak-pondakan ekonomi dan sosial masyarakat kita? Belum lagi meributkan apakah sembelihnya baca bismillah apa tidak, atau dipotong di leher atau tidak, atau yang menyembelih orang Islam atau tidak. Wah, ribet sekali, sudah tahu bahwa yang penting adalah tujuan membunuh binatang itu untuk konsumsi kita, bukan untuk dibuang-buang. Atau suka-suka saja membunuh buat rekreasi yang bisa membantu memunahkan spesies langka, atau yang lebih parah, menjungkirbalikkan ekologi. Binatang di hutanpun, yang kita anggap jauh lebih rendah status sosialnya dari kita, punya konvensi, membunuh untuk makan.

Tersinggung? Baca dulu Quran. Segala kekerasan ada diajarkan di sana.

Negara Islam ya jadi sarang teroris. Maunya punya bom nuklir, itu saja diotaknya. Kenapa bisa begitu? Ya karena cara baca yang literal itu tadi.

Jihad diartikan bunuh orang berKTP non Islam. Padahal Muhamad sudah bilang perang terbesar adalah melawan diri sendiri, makanya disebut revolusi, ya karena berat memulainya, perlu banyak pengorbanan, kok tidak mengerti ya? Padahal maksudnya, terdeteksinya otak mulai berfikir ke arah negatif saja harus diperangi habis-habisan. Orang diajar melempar setan dengan batu jumrah waktu naik haji, tapi bukan melempar ajaran setan yang sudah membatu dari kepalanya. Hajinya buat naik pangkat dan populer, biar korupsinya mulus sih memang iya. Kong-kalikong sama grammar ya begitu akhirnya.

Saya curiga bahwa, penyimpangan dari mengerti, hangga percaya memang disebar sejak kematian Muhamad. Islam meluas dengan pedang, kolonialisme penjajahan seperti halnya barat di akhir jaman kegelapan Eropah.

Tujuannya, ya penguasaan sumberdaya alam. Supaya rakyat jajahannya patuh, ya dikasi candu agama saja. Orang sudah dididik untuk tidak berfikir lagi. Ikut kata tuan saja. Kalau masih tidak mabuk, ya dibedil saja. Mudah.

Makanya Karl Marx sangat anti dengan kolonialisme barat yang bekerja dengan tameng agama (walaupun orang-orang komunis sendiri mengamalkan kolonialisme pemerasan dengan caranya sendiri).

Pemahaman harfiah Quran sangat berbahaya. Bila kita terbentur dengan diskusi yang bertentangan dengan pembuktian sains, kita bilang itulah bukti kuasa tuhan. Apa manfaatnya buat kita mengetahui itu? Hanya tuhan saja yang tahu. Nah Quran itu buat manusia apa buat dibaca sendiri oleh tuhan? Atau oleh orang yang sudah atau akan mati? Biar selamet perjalanan ke sorga, kali. Bila kita memakai pendekatan percaya, yang tentunya amat sangat sulit dicapai, hilang sudah kemampuan otak mencerna. Semua terserah tuhan sajalah. Sehingga akal sudah tidak bisa dipakai lagi dalam memahami apa maksud agama itu sendiri. Yang penting, percaya, yakin, titik.

Mungkin para netter berfikir betapa lancangnya saya mengupas Quran dengan cara semena-mena begini. Yah, saya hanya melihat kok tidak ada bedanya Islam ini dengan yang lain, mlempem. Kalau bukan malah lebih brutal (setelah berusaha 'belajar'). Fanatik ya mesti, itu namanya konsisten, tapi konsisten terhadap apa? Konsisten terhadap yang ngawur apa membantu? Konvensi yang ada sekarang, ya mengupas Quran menurut Hadis nabi. Hadis nabi ditentukan keasliannya oleh para imam mazhab masing-masing.

Nah mana yang benar, Quran yang seharusnya menilai keaslian Hadis, atau Hadis itu sendiri, bahkan imam yang jauh di atas Quran yang menilai Quran? Rendah sekali tingkat Quran kalau begitu. Katanya harus ditumpuk paling atas, mungkin supaya banyak debunya. Coba, menurut imam anu kodifikasi Quran disusun belasan tahun setelah matinya Muhamad, dari pelepah kurma dan benda-benda menyedihkan lainnya. Gambaran ini harus kita hapus. Kita harus setuju bahwa Muhamad sendiri yang menyusun kodifikasi Quran. Fakta bisa hilang, hanya logika saja yang tinggal. Dan ingat, fakta bisa dipalsukan, seperti Supersemar. Kalau kita asumsikan sejak jamannya Musa, teknologi papirus-nya Firaun tidak hilang, kenapa susah sekali buat kertas? Piagam Yathrib yang panjang apa juga ditulis di tulang kambing? Emas saja sudah umum, kenapa tidak ditempa saja di atas emas, katanya suci. Sejarah memang bisa ditulis kembali menurut selera penguasa pada jamannya. Untuk apa? Ya kepentingan penguasa itu sendiri. Waktu Budiman Sujatmiko dicap komunis, hampir saja segera dicetak di buku text SD.

Bayangkan, untuk suatu kepentingan politik suatu golongan, bisa saja suatu hadis 'ditemukan' dan dianggap asli dengan kong-kalikong pembuktian sumber yang 'ternyata' disampaikan oleh imam besar anu. Inilah awal penyimpangan sudut pandang Quran. Sebenarnya bisa saja kita teliti isi hadis itu, seberapa konsisten dengan apa yang disampaikan Quran. Jadi kita menempatkan Quran tetap paling teratas, bukan untuk pengumpul debu, tapi sebagai referensi utama untuk menjawab tantangan kehidupan, termasuk memilih keaslian hadis. Tidak perduli apakah itu diriwayatkan oleh manusia berstatus sosial atau moral terendah apapun, kalau masih bisa dipertanggung-jawabkan konsistensinya dengan Quran. Di sini, siapa yang menilai? Ya kita sendiri. Kita harus melatih diri berfikir, bukan hanya mau disuap saja jadi konsumen kucing di dalam karung oleh para imam elit perusak ajaran tuhan.

Sudut pandang harfiah bisa saja muncul karena ide mengenal siapa atau apa tuhan sebelum mempelajari ajarannya. Betapa tidak, Quran sendiri sudah bilang tuhan tidak bisa didefinisikan, karena secara alami kapasitas akal manusia tidak akan mampu. Nah buat apa belajar tentang tuhan? Malah ada yang jatuh cinta sama tuhan segala. Yang mana kalau semua daya upaya yang diatasnamakan tuhannya gagal, malah jadi pembenci tuhan? Ribet sekali otaknya. Pendekatan mistik kini yang dianggap sebagai alternatiflah yang jelas memporak-ponda ajaran tuhan. Segala peristiwa pembuktian penting ajaran tuhan hanya dianggap mukjizat sebagai kuasa tuhan dan hanya tuhan saja yang tau. Kalau begitu buat apa kita baca Quran? Kalau kita sebentar-sebentar tidak boleh tahu ini-itu. Inilah akhir jaman bila orang buka Quran tulisannya hilang (dianggap bisa luntur sendiri tintanya), di mana pesan ajaran tuhan sudah tidak ada yang mengerti lagi. Mereka baca, dinyanyikan merdu, dapat piala kalau perlu, tapi tidak tahu apa-apa.

Mungkin mereka mengharapkan pahala (yang di Quran sendiri istilah pahala/dosa itu di mana?) dari mendengar alunan merdu para Qari dan Qariah. Apa mereka tidak sadar kalau dialog yang menyatakan kata seru dinyanyikan, tentu akan mengubah intonasi dan arti pesan Quran itu sendiri.

Dengan mempelajari dan mengerti nilai ajaran tuhan, kita secara implisit akan mengenal eksistensi tuhan. Tidak perlu tahu tuhan itu apa secara eksplisit, tidak mungkin. Di Perjanjian Lama, Musa, menantang tuhan untuk menunjukkan wujudnya. Maka digambarkan seperti semak terbakar (burning bush) yang tidak mengkonsumsi semak itu sendiri. Ini melambangkan bahwa 'essence' ajaran tuhan bukan berasal dari dari nature. Ajaran tuhan bukan ajaran law of the jungle. Ajaran tuhan adalah untuk manusia menghadapi tantangan kehidupan di alam ini. Ada lagi kisah (maaf saya lupa namanya, saya kutip tulisan Karen Armstrong - History of God) dimana seseorang nabi berlari turun dari bukit menjelaskan kepada umatnya: Kadosh, Kadosh Yahweh Sabaoth. Nah, terjemahan yang ada, kudus itu kan sesuatu yang suci. Namun dari bahasa sebenarnya, Kadosh itu arinya 'berbeda' (otherness). Yaitu sesuatu yang samasekali tidak menyerupai apapun. Dengan kata lain (bukan kesimpulan Karen Armstrong), bahwa ajaran tuhan itu berbeda dari apa yang manusia dapatkan dari mengamati yang ada, yakni alam. Kita harus melihat alam (mengamati peristiwa) dengan bantuan sudut pandang ajaran tuhan, sehingga nilai kebenaran yang dicapai absolut, bukan relatif terhadap perut sendiri, atau lebih parah, di bawah perut.

Dan dengan implisit pula, sejalan dengan berlatihnya kita melalui shalat dan puasa, dapat membangkitkan optimisme kepercayaan pada ampuhnya ajaran tuhan. Tapi ditegaskan di sini, tujuan kita bukan untuk mengenal dan percaya pada tuhan. Tujuan kita adalah membangun masyarakat yang indah, seindah taman, menurut ajaran tuhan. Bisa disingkat, setiap kata 'tuhan' yang ditemukan di Quran berarti 'ajaran tuhan'. Sehingga kita bisa mengerti Quran dengan baik.

Hasil pikiran yang sangat jauh dari Muhamad (Isra-Miraj), membuahkan kurikulum shalat, misalnya. Shalat bukan untuk menyembah tuhan. Namun sebagian dari kurikulum memahami isi Quran. Tidur awal, bukan gentayangan, bangun awal, kepala jernih, pahami Quran. Siang hari dalam usaha pembentukan diri dan masyarakat menurut ajaran tuhan, mengulang lagi apa yang barusan pagi tadi dipelajari, lima kali. Bukannya supaya hafal. Tapi buat supaya benar mengerti. Gerakan shalat melambangkan bagaimana kita tunduk pada ajaran tuhan. Berwudhu, melambangkan bagaimana kita berjanji untuk memiliki pandangan kehidupan yang positif waktu menyeka muka, dan berjanji menggunakan anggota tubuh yang lain untuk berbudaya positif.

Bukankah pakai sabun jauh lebih bersih? Ini bukan masalah bersih, kotor. Pakaian yang bersih, bukan pakaian yang ditekankan, tapi sikap yang dicerminkan. Tapi tentu saya tidak menyarankan berwudhu dengan air got atau berpakaian montir penuh oli, silahkan berfikir. Tidak mabuk, memangnya mabuk hanya bisa dengan alkohol? Ekstasi saja bukan narkotik, tapi bukan itu maksudnya. Mabuk artinya tidak sadar, atau tidak mengerti arti shalat. Nah, kalau tidak mengerti yang didapat apa? Yah, paling rasa lega bisa menjalankan suruhan tuhan, bisa dapat pahala, lepas dari dosa.

Apakah tuhan akan berkurang sucinya bila kita tidak mensucikannya? Bisa tenang, apalagi kalau khusuk, seperti membayangkan berdialog dengan tuhan. Nah, yang begini ini yang disebut mabuk. Banyak saya lihat ironi orang sebelum imsak balapan nonton filem porno, atau dansa setan di disko, terus mandi wajib buat puasa. Naif sekali, gaya catatan si Boy jaman baheula, kali.

Konsep shalat dan puasa sudah ada sebelum Muhamad. Sejauh fakta sejarah yang entah seberapa kebenarannya, namun silahkan perhatikan gerakan shalat orang Kristen Orthodox. Malah mereka melakukannya 7 kali sehari. Terlalu mirip, lebih jauh, pelajari apa yang dilakuan para Yahudi di synagogue mereka. Bisa terkejut, kalau kita semua ternyata sama. Puasapun bukan sesuatu yang baru. Ini saya sampaikan buat peringatan betapa konsistennya ajaran tuhan dari Adam dulu lagi. Yaitu manusia pertama yang berhasil membuktikan positif ajaran tuhan dalam kehidupan nyata. Jadi kalau sejauh yang kita tahu Muhamad cuma membuktikan ajaran tuhan yang didokumentasikan menjadi Quran dengan memanfaatkan energi Jibril untuk menghadapi tantangan kehidupan, maka, mengapa harus ada tongkat menjadi ular dan sebagainya? Adalah usaha orang Romawi, salah satunya untuk menyimpangkan ajaran tuhan.

Jaman kekristenan waktu itu sangat menyulitkan Romawi. Maka banyak yang orang kristen yang disiksa dan dibunuh. Namun Romawi tidak bodoh rupanya (kalau bodoh kita tidak akan kenal bahasa latin), mereka sadar, ide harus dilawan dengan ide. Maka mereka memeluk Kristen dengan modifikasi hebat Helenisasi (Yunani). Romawi sangat terkenal dengan hedonisme mereka.

Mereka akan bekerja keras mencari alasan untuk pesta pora. Apa itu hari Natal? Apa bukan hari pesta orgy mereka? Sekularisme mulai diperkenalkan di sini. Gereja buat orang sembah tuhan, senat buat orang mau tidur. Islam ya numpang kecipratan saja getahnya, sampai sekarang. Maka kini, di jaman paska perang dingin yang dimenangi Barat begini, semua agama sama saja mirip Kristen olahan Romawi.

Penjelajahan (penjajahan) daerah baru dengan mudah dilakukan dengan kedok misionaris mereka, menyebar berita baik firman tuhan katanya, tapi sumber daya alamnya saya ambil, macem Belanda jajah kita saja. Tidak ada bedanya dengan pedang Islam, ujung-ujungnya penaklukan daerah orang, dasar rampok. Dibilang menyebar dengan pedang, tersinggung, marah.

Puasa, orang bilang kalau diterima tuhan, napasnya wangi dan bisa ketemu tuhan. Lha ini kan luar biasa, napas orang tidak makan dan minum kan apek sekali. Dan celakanya bisa ketemu tuhan lagi. Yang mana, menurut mereka tuhan itu kan pencipta alam (yang sebenarnya bermaksud bahwa ajaran tuhan itu universal - semesta alam), yang berarti superset dari alam ini. Mana bisa superset bisa sekaligus subset? Nah kalau ditanya apakah puasanya diterima (sic.), jawabnya itu urusannya dengan tuhan, kita tidak perlu tahu. Lho, bukannya kalau puasa orang itu berhasil, akan bisa dilihat dari budayanya sehari-hari? Apakah dia berhasil melatih sabarnya dalam mengambil keputusan untuk menghadapi tantangan dunia nyata.

Latihan sangat perlu, karena dengan latihan kita bisa membentuk kebiasaan baru atau budaya, baik untuk diri dan masyarakat. Quran bilang, tuhan melihat kelakuan manusia, apapun, walau sekecil atom. Nah ini bisa jadi isu arogansi intelektual. Canggihnya Islam itu, jaman padang pasir saja sudah tahu adanya atom. Nah yang dipermasalahkan adalah kuasa si tuhan yang super atau istilah atom yang kebetulan digunakan. Overshadowing the real meaning. Getting dilluted. Padahal maksudnya: ajaran tuhan melatih manusia peka terhadap apa saja kelakuan kita, walau sekecil apapun. Bukan seperti ajaran fiqih sekarang, dosa kecil kan bisa dihapuskan dengan puasa. Jadi buat saja terus kesalahan kecil, terus menerus, sampai terbiasa, hingga seberapa kecilnya pun sudah kabur. Hingga akhirnya terserap dalam budaya masyarakat itu sendiri. Bila budaya sudah reyot, habis puasa toh dosa 'kecil' tersebut dianggap hilang.

Bentuk kesadaran inilah yang dimaksudkan dengan arti zikrun, atau zikir, yaitu selalu berusaha sadar. Bukan membaca nama tuhan ratusan kali buat diampuni dosa dan lain sebagainya. Kesadaran seperti ini yang akan membantu kita dapat mendeteksi mana yang benar, mana yang salah, relatif terhadap Quran, dalam menilai segala peristiwa yang terjadi di sikeliling kita. Kalau sudah tahu, maka ada kesempatan untuk mau atau tidak untuk melakukannya. Kalau tidak tahu, ya mana ada kesempatan, labrak saja, lagi nge-trend ini, yang penting kan Islam, cari selamet (di sorga katanya). Yang celaka ya mungkin orang seperti saya, sudah tau tapi tidak (bisa cari alasan untuk diperhalus: belum) mau, kebiasaan makan kodok sih.

Masalah mau atau tidak, berbeda proporsinya dengan tahu benar atau salah. Maka dari itu perlu ada latihan. Latihan ya maksudnya seperti peristiwa terkontrol (controlled events) yang biasa terjadi di laboratorium. Dites dulu. Makanya puasa itu hanya ganti jam makan, selebihnya belajar keras memerangi pikiran busuk, walau sekecil atom. Tidak perlu berbuat, berfikir saja sudah harus dibasmi. Nah, aplikasinya ya di 11 bulan lainnya dalam setahun, yaitu kehidupan nyata, tempat pembuktian apakah puasanya berhasil. Bukan ekslusif urusan antara diri dengan tuhannya.

Saya mengimpresikan tulisan saya hanya untuk orang yang mengaku Islam saja. Sayang kalau begitu. Silahkan para non-Islam mempelajari kehidupan masing-masing. Saya optimis, sudut pandang yang saya tawarkan dapat membantu mengupas pertanyaan umum.

Hindu cerita tentang ajaran kasta yang kini umumnya didiskreditkan. Awalnya mungkin itu adalah ajaran pembentukan pemerintahan, pembagian tugas masyarakat yang indah. Apa nyana, seperti penjurusan IPA, IPS, Bahasa di SMA. Si IPA dianggep jauh superior dari yang lainnya. Kasarnya jurusan Bahasa itu buat orang bego. Walau jurusan Bahasa atau sastera sangat dekat dengat filosofi, atau apresiasi estetika dari abstraksi prikiran manusia. Nah kembali ke si Brahma sang pengontrol yang memiliki kesempatan berkuasa, kenapa tidak diamankan saja sampai turun temurun? Nah, makanya ajaran kasta pada umumnya sekarang dikenal sebagai alat pecah-belah. Karena diaplikasikan menurut hereditas. Bayangkan si Sudra, sampai generasi kapanpun ya jadi kuli. Dan celakanya, hubungan antar kelaspun dianggap taboo.

Budha, dengan inkarnasinya yang harfiah, melihat jalan menuju penyempurnaan 'soul', si pemilik 'soul' akan dilahirkan berulang-ulang dalam bentuk berbagai binatang, sampai pada titik kesucian mutlak, nirwana. Kenapa tidak melihat bahwa akhir dari pilihan kehidupan berantakan ya akan menghasilkan budaya babi? Tidak perlu mati secara fisik dan dilahirkan menjadi seekor babi betulan. Itu hanya mengulur ketakutan. Orang harus terbiasa takut dengan aksi negatif yang mereka lakukan pada detik ini.

Ingat kematian berarti akhir dari fase. Bukankah kiamat berarti hari kebangkitan? Akhir adalah awal dari suatu proses yang baru, bisa negatif atau positif, sangat tergantung dari fase sebelumnya. Quran mengatakan tentang manusia yang dihidupkan, dimatikan, dihidupkan lagi, atau tentang siang berganti malam, berganti siang lagi. Ini semua tidak lain hanya perubahan fase budaya. Bisa berskala sekecil pola nafas kita (tahan napas saja, akhirnya apa?), kematian fisik kita, atau yang berskala geologi seperti nyasarnya komet atau asteroid yang menghapuskan dinosaurus dan kebudayaan di Mars. Namun yang biasa ditekankan di Quran ya yang berhubungan dengan sebab-akibat. Naik-turunnya kehidupan kita, seperti itu. Misalnya kalau memakai narkotik, hidup tidak bisa terkontrol, jadi kacau. Quran itu sesederhana nasehat dokter, untuk bertahan hidup, minum bila kamu haus, untuk menghindari dehidrasi. Terserah kita mau minum supaya terus bertahan hidup atau mati seperti ikan asin, atau lebih payah, nungging menyembah sang dokter yang bijak pandai, sampai jadi ikan asin.

Memang banyak sindiran terhadap prilaku manusia yang digambarkan sebagai binatang yang diasumsikan hina, seperti babi, keledai, ternak dan sebagainya. Quran dan Bible cukup umum memakainya. Yesus adalah seorang penggembala. Dia sayang sekali pada ternaknya. Bisa diartikan, dia adalah pemimpin masyarakat yang sangat memperhatikan keperluan umatnya.

Bible cerita tentang kejadian alam di Genesis, di mana fase sebelum tercipta bintang, suadah tercipta cahaya dulu. Sejauh yang diketahui, sumber cahaya di semesta ini adalah bintang. Bagaimana cahaya muncul lebih awal dari bintang? Ini tidak bisa dibilang salah urut atau teknologi dulu memang setolol itu. Kita harus melihatnya sebagai: langkah awal mengenal atau mulai mengerti ide universal ajaran tuhan (dilambangkan sebagai terciptanya alam - universe, superset) adalah dengan kemampuan untuk memisahkan yang baik (yang dilambangkan sebagai cahaya) dari keburukan (kegelapan). Dan seterusnya, silahkan dicari sendiri.

Pandangan bahwa hidup ini fana dan kehidupan setelah mati adalah kekal, bisa berdasarkan ajaran Plato dalam dialognya, tentang gua. Yang dikritik habis oleh Quran dengan nama surat yang sama, Al-Kahfi. Menyedihkan sekali orang yang memproyeksikan kehidupannya untuk setelah mati. Mereka bisa menjunjung moral dan lain sebagainya. Namun karena targetnya berbeda, ya ngambang saja. Malah jadi bulan-bulan para naturalis.

Seperti bangsa kita yang bermodel Plato ini, ya habislah dijajah dan dikoyak-koyak antara para superpower. Sisanya? Orang model Sukarno dan Suharto yang memimpin kita. Masa depan bangsa? Hancur. Bisa kita lihat si kecil Thai dicubit Soros saja bisa kelabakan ekonomi se-Asia timur, nggak terkecuali Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Nah kalau negara ke-4 terbesar di nunia tenggelam, ini jelas akan mengubah jalanya sejarah.

Great depresession seperti awal abad ini bisa saja terjadi. Semua mimpi muluk kehebatan millenium baru nyemplung ke got. Nah makanya mari kita cari jalan. Hanya otak kita yang bisa kita pakai.

Entah, mungkin sudah waktunya kita buka baju nasionalis model Suharto yang buta dengan kebanggaannya kehebatan (sic.) bangsa kita. Padahal daging kita sedang terus digerus dari dalam. Kita harus belajar malu jadi bangsa Indonesia, seperti malunya Adam (telanjang, dibuang dari sorga) keluar dari ajaran kehidupan positif tuhan. Mari kita saling bahu membahu membentuk konvensi kenegaraan yang paling tidak mengizinkan kita hidup berbagi ruang dan waktu. Kita sama-sama singkirkan Suharto dan benahi moral kita yang compang-camping. Bangunlah Indonesia Raya. Tapi ingat, kita bangkit bukan untuk bersaing dengan negara lain. Bila kita sudah kuat, jangan seperti si angkuh Brunai, melihat tetangganya Thai kewalahan, anteng-anteng saja, mentang-mentang beda agama dan ras.

Jangan berfikir buat negara Islam, itu bunuh diri. Ingat Islam itu universal, tidak boleh dibatasi oleh geografis. Itu sama saja membuat tembok Cina. Dan ingat kita baru bisa klaim Islam kalau usaha kita sudah bisa dibuktikan berbuah Islam. Bukan berbuah khuldi. Mari belajar ekonomi dan ketatanegaraan yang Muhamad buat. Sistem ekonomi zakat sebagai pengganti kapitalis barat. Ketatanegaraan yang tidak sekuler. Maksudnya para pemimpinnya seperti imam dalam shalat berjemaah. Kalau imam ruku, makmum memang ikut ruku. Tapi itu untuk supaya sinkron saja. Tiap makmum sudah tahu apa tugas mereka masing-masing. Bukannya lantas imam joget, terus makmum joget. Begitu pemimpin korupsi, ya lekas diganti, bukan malah ikut melestarikan korupsi. Ingat Islam adalah konsep kehidupan. Yang penting revolusi otak, bukan fisik yang tergenang darah. Banyak betul PR kita ini.

Bisa dibedakan jauhnya efektifitas pendidikan nilai moral yang didasari logika kesadaran versus dipaksa percaya model propaganda. Di Jepang misalnya, kita tidak membuang sampah sembarangan, karena sadar betapa buruknya prilaku seperti itu, diexponenkan frekuensi, durasi dan kuantitas orang sejenis pelaku. Maka susah melihat orang buang sampah sembarangan di Jepang. Makan di restoran fast-food saja, mereka akan dengan sendirinya membawa baki bekas makan mereka ke tempat sampah untuk membuang bungkus dan sisa makanan mereka. Namun di Singapore, orang takut buang sampah karena takut didenda. Atmosfir yang menekan dapat dirasakan, sepertinya polisi sedang mengintip di balik bahu. Nah kalau banyak duit, bisa buang sembarangan, toh mampu bayar, malah bisa dipikir sebagai membantu pemasukan negara. Kalau di Indonesia, ada tulisan buang sampah, biasanya ya jadi tempat sampah. Melanggar peraturan di negara kita malah menimbulkan kepuasan pelaku, ya karena hukum sudah tidak ada nilainya lagi di Indonesia. Mobil berhenti di lampu merah bisa dicopot dopnya sama tuyul-tuyul kecil ciptaan kita kalau perlu.

Di sini bisa dilihat bila nilai abstrak universal bisa hancur bila dibuat spesifik. Ide positif apapun akan setuju untuk berbuat baik, suatu konvensi nilai yang tidak bisa ditawar, bagi atheispun (ingat, Muhammad pada awalnyapun atheis, dia menolak semua konsep ketuhanan atau ide pandangan hidup yang ada pada jamannya). Namun bila sudah dibuat spesifik, akan muncul banyak lobang buat para lawyer modelnya Devil's Advocate.

Orang pergi ke pengadilan buat cari siapa yang menang (kasi uang habis perkara), toh para pengacara atau pembela akan berusaha menurut tarif, atau tekanan politik, bukan mencari keadilan. Ingat peristiwa munculnya ekstasi, suatu perkembangan ide, samasekali tidak baru, konsep usang yang mengarah negatif. Namun karena tidak bisa digolongkan sebagai narkotik, harus dibuat penyesuaian yudikatif. Di sini pentingnya abstraksi.

Kalau Adam adalah manusia pertama terbuat dari tanah, kok tuhan kasi tulang yang bisa ditemukan para arkeolog untuk membuktikan adanya evolusi? Kenapa kita gengsi benar jadi keturunan monyet. Toh kita masih pakai hukum rimbanya si monyet, dimana yang kuat yamg menang? Survival of the fittest.

Biarkan saja dari monyet mana kita berasal, kuning, sawo mateng, hitam, putih tidak berarti apapun. Padahal yang ditekankan di sini adalah manusia berasal, atau berarti bertanggung-jawab, memelihara ekologi tanah atau bumi yang cuman satu ini, untuk berbagi hasil sumber daya alamnya. Ingat berhenti makan sebelum kenyang berarti berhenti mengkonsumsi hasil jerih payah kita sendiri untuk membantu yang lemah. Bukan seperti konsep kapitalis, modal kecil untung besar, yang rugi massal manusia. Kapitalis dengan konsep ekonominya membuat bangsa kita tinggal dibalik kardus di kolong jembatan sedangkan yang kaya tidak bisa dibayangkan kekayaannya, kalau perlu seperti si Bill Gates, 90 billon dollar and counting.

Kapitalis dengan konsep individualismenya merusak moral dalam persaingan bisnisnya. Yang kaya akan terus kaya, yang miskin akan terus miskin. Mau bunuh diri? Pinjam saja uang dari bank. Setiap individu adalah saingan dari individu lainnya. Mereka berlindung dibalik hak asasi gombal. Kita saja yang sekarang hidup di jaman Barat sedang menang. Kalau kita dilahirkan di Jerman Timur tahun 50-an, bisa saja kita mati-matian menentang kapitalis dan melihat komunis sebagai solusi hidup. Apa daya si komunis dipenuhi para koruptor. Sebenarnya ide apa saja bisa jalan (walau hanya sebentar) kalau tidak mementingkan diri sendiri, walaupun ide itu akhirnya akan mengarah ke kehancuran. Pancasila mungkin bisa saja terus sakti, kalau Suharto pinter nggak nembak pelajar Trisakti, pada awal kejatuhannya.

Komunis? Kalau perlu si proletar seperti petani kecil dikasi bedil. Tembak tuh si kaya. Untuk membentuk keadilan, si lemah disuruh melawan yang kuat. Gila juga Lenin bikin revolusi begitu, bunuh Tsar dan sebagainya. Ironinya Sukarno ikut kagum segala. Komunis belajar dari konsep sosialis, yaitu kerjasama satuan kecil untuk membentuk tubuh yang lebih besar. Belajar dari tubuh, organ, sel, atom dan seterusnya, pasti. Sedangkan si kapitalis bisa saja belajar dari bintang-bintang yang pada hidup sendiri. Lucunya kita bisa melihat pola seperti elektron yang mengorbit nukleus bisa saja sebenarnya dieksponenkan cukup besar untuk mendemonstrasikan sistem tata surya. Dengan kata lain kapitalis-komunis, hasil manusia mengamati alam dalam usaha menjawab tantangan alam itu sendiri. Bagaikan mencoba menentukan arah rakit di tengah laut dari melihat arah ombak. Di mana hasilnya tidak lain adalah piramida sosial, pengeksploitasian massal manusia. Semacam Indonesia, yang kaya 1 juta orang dari 200 juta rakyat yang tidak tahu harus pakai apa besok beli makanan, bayangkan betapa kayanya mereka? 

Kok bisa konsep komunis-kapitalis ada di Quran? Lha yang disebut timur dan barat berkali-kali di Quran itu apa? Ingat namanya saja yang bisa berubah (energi berubah bentuk), konsepnya sama. Jamannya Muhamad, emporium Barat diwakili oleh Romawi. Bangsa gila yang kini jadi kiblat kita. Sosialis timur diwakili oleh Persia lama. Ingat, ajaran tuhan itu seperti lampu yang bahan bakarnya akar yang tidak tumbuh di timur maupun barat.

Kita memang dilatih melihat alam atau peka terhadap kejadian di sekeliling kita untuk membuktikan ajaran yang dibawa Muhamad dan para nabi sebelumnya. Ibrahim dibakar masih hidup. Itu maksudnya pembuktian ajaran tuhan, paling tidak yang disampaikan oleh si Ibrahim waktu itu mampu melindungi masyarakatnya dari api kekacauan. Nah, ini contoh membaca Quran. Bukannya kenapa Ibrahim tidak mati dibakar? Oh itu karena tuhan berkehendak begitu. Nah silahkan ikut sunnah nabi Ibrahim dan bakar diri anda sendiri.

Masalah kehendak tuhan. Intervensi suci (divine intervension) sangat berpengaruh kepada masyarakat yang 'beragama'. Betapa tidak, mereka berdoa agar diberi petunjuk. Kalau orang tidak mencari ya tidak ada kemungkinan untuk menemukan apa yang mencari. Berharap saja, tentu samasekali tidak cukup, mungkin berharap itupun bukannya dianjurkan. Buat apa berharap supaya tidak hujan? Bawa payung kan bisa? Buat apa debat UFO itu ada apa tidak? Ya lihat bagaimana fakta membuktikannya saja. Bagaimana kita mengantisipasi masalah itu yang lebih penting. Seperti Darwin bilang kita dari monyet, kalau kita bisa buktikan sebaliknya ya silahkan. Asal pakai otak. Ide harus dilawan dengan ide, kalau tidak bisa, berarti itu yang dianggap betul untuk sementara ini. Begitu pula sudut pandang yang saya tawarkan. Bukan sewot kasi fatwa mati orang seperti Salman Rushdi. Yang kalau kita teliti bahkan setan pun berkata di Quran, bisa saja kita bilang Quran itu firman setan kalau perlu. Dan tidak perlu Socrates minum racun.

Doa selamat kepada Muhamad, buat apa? Muhamad malah jelas sudah selamat, kok bukan kita yang celaka ini yang perlu didoakan? Maksud memberi doa selamat kepada Muhamad berarti berjanji untuk mencontohi usaha pembuktian ajaran tuhan oleh manusia yang bernama Muhamad.

Kalau tidak salah ada hadis yang mengatakan Muhamad, kemanapun di pergi, selalu ada awan yang melindunginya dari terik matahari. Wah mistik sekali ini. Tapi coba dilihat dari sudut pandang yang lebih 'do-able' pada kehidupan sehari-hari kita. Muhamad sebagai contoh pembuktian ajaran tuhan akan selalu bisa mengantisipasi tantangan sosial yang dihadapinya.

Lempar baru ke kaca (hobi terpopuler para penjarah), pasti pecah kan? Lempar seribu kali, pecah seribu kali. Nah, kaca pecah apakah karena izin tuhan? Maksud doa itu bukan harapan. Quran bilang: doa orang mukmin dikabulkan tuhan. Apakah doa non mukmin tidak pernah dikabulkan tuhan? Nah untuk jadi mukmin berarti kan harus harus berfikir, berucap dan berkelakuan menurut ilmu positif dari Quran, yaitu berusaha keras mencapai tujuan yang positif, dengan cara yang positif pula. Mengenai dikabulkan tuhan, karena kita sudah tahu bahwa kata tuhan di sini berartu ajaran tuhan, maka maksudnya bila tercapaipun tujuan positif tersebut, maka hendaknya mengkonsumsinya sesuai dengan cara yang positif. Jadi doa itu artinya janji untuk berusaha, dan kalau berhasilpun ya kudu menggunakan hasil tujuan tersebut untuk membantu yang belum berhasil.

Jahat sekali tuhan kalau benar dia mengintervensi segala kelakuan kita. Yang jelas ajaran tuhan bisa diamati di segala kelakuan kita. Berhentilah berfikir tentang tuhan, karena bukan itu tujuan dari segala ide. Mau pinter komputer? Masak mau nyembah para penemu dan para instrukturnya? Bisa saja terjadi sih kalau kita memang sudah luar biasa idiot. Yang mana memang iya, kenapa Bill bisa gila begitu kayanya? Royalitas yang bisa dilihat sebagai sesajennya Nyi Roro Kidul itulah sebabnya. Pengetahuan seharusnya gratis, dan bukan monopoli negara maju, atau para elit profesor ubanan.

Menyinggung pernikahan, Muhamad kawin lebih dari satu bukan karena dia adil, dan bukan karena cinta. Batasan cinta dan nafsu (love and lust) itu teramat tipis. Muhamad berbuat itu karena tugas. Tugasnya membimbing pasangannya memahami kehidupan menurut ilmu positif tuhan. Namun biasanya yang menyebabkan orang Islam kaya sekarang kawin lebih dari satu isteri ya, demand yang di bawah perut. Berlagak adil, tapi menghancurkan rumah-tangga dan masa depan anak. Perkawinan adalah institusi terkecil masyarakat untuk membuka kesempatan membuktikan ajaran positif tuhan.

Dengan perkawinan, dua atau lebih manusia dapat saling membantu dengan sangat dekat mengingati tujuan kehidupan. Akui, cinta bisa pudar, yang menyatukan manusia adalah interest bersama meminggul tanggung jawab suatu tugas. Orang yang kawin berdasarkan 'cinta', ya kawin cerai, tidak teratur hidupnya. Namun sekarang, karena kawin ya dianggap tiket buat pesta sex saja, habis bosan, ya cerai. Makanya cerai sangat disesalkan, karena walaupun manusia itu tetap bebas memilih pilihan kehidupannya, tapi sangat disesalkan bila harus berpisah, karena harus terjadi perbebedaan pilihan kehidupan. Muhamad-pun kawin dengan cara apa? Itu tidak penting, yang penting sepakat untuk berkerja-sama sebagai suami-isteri untuk saling membantu membangun kehidupan indah.

Quran bilang, di neraka itu manusia sesak sekali dadanya, diberi minum air yang panas dan buah yang berduri. Ya jelas saja, hidup tidak teratur, mana bisa tenang, selalu kacau, gundah-gulana, buah hasil usahanya yang dicapaipun tidak bisa dikonsumsi.

Quran bilang manusia itu kekal di dalam neraka sampai manusia itu sendiri mau keluar dari situ. Quran cuman memberi pilihan kepada manusia, semua konsekwensi sudah dijelaskan, semua terserah manusia. Tuhan hanya sebagai pencetus ide dasar saja. Maksudnya, ajaran tuhan di Quran ya abstrak saja, manusia sendiri yang harus berfikir. Cukup banyak pembuktian didalamnya, sayang hanya dilihat sebagai mukjizat yang maha kuasa.

Ingin saya mengulangi seperti tulisan saya yang lalu tentang narasi penciptaan manusia. Di situ digambarkan tuhan yang notabene katanaya pencipta segala alam semesta, kok mau buat manusia dari tanah saja harus rembugan sama malaikat ciptaannya sendiri, sama setan lagi, luar biasa.

Seperti tuhan itu menempati ruang dan waktu saja. Coba tanya Stephen Hawking, di mana tuhan, ya tidak ada. Apa yang terjadi sebelum big-bang? Yang tidak terdefinisi, karena dimensi waktu baru tercipta waktu big-bang itu sendiri. Nah terus, tuhan di mana dong? Pertanyaan ini tidak akan muncul kalau kita tidak berfikir apa itu tuhan seperti yang direcomendasikan oleh para ulama. Maksud dari narasi ini adalah, ajaran tuhan yang didokumentasikan menjadi Quran, mengkonfirmasikan manusia sebagai mahluk alternatif. Mahluk yang bisa memilih energi apa yang dipakai dalam pemrosesan data di otaknya. Prilaku negatif yang diawali dengan pikiran negatif yang memanfaatkan energi setan, jelas menuju kehancuran. Begitu pula sebaliknya. Jubril tidak tidur setelah matinya Muhamad. Energi Jibril sebagai unsur pasif yang bisa kita pilih untuk pilihan positif kita selalu tersedia. Kita hanya perlu mengenal energi apa yang kita pakai. Tidak perlu membayangkan setan bertanduk nyengir di kuping kiri bisikin yang jahat, terus ada malaikat besayap yang berdoa agar kita tidak terpujuk oleh rayuan setan dan lain sebagainya.

Kalau saya ditantang menjelaskan fenomena orang bisa ngambang apa kebal segala, ya coba pikir, baca Quran buat begitu apa bisa membantu keadaan dunia ini? Bukankah malah bisa jadi sombong dan bisa mengarah ke arah negatif? Apalagi itu adalah usaha pendekatan dengan menggunakan metode mistik yang membekukan otak. Kalau sampai ada memedi yang nongol di depan saya, bisa saja itu proyeksi otak saya yang memancing saya agar kembali ke fikiran mistik. Kalau tidak percaya, kanapa leak kok hanya ada di sekitar Bali dan voodoo hanya ada di sekitar Tahiti? Mengapa tidak sebaliknya? Itu karena pemahaman itu hanya didukung oleh masyarakat lokal itu saja. Tidak mutlak universal sebagai ide yang 'do-able' di kehidupan nyata. Bagaimana dengan jin? Jin itu ya mahluk gaya (energi, ide), yang netral. Bisa dimanfaatkan untuk tujuan positif atau negatif. Makanya ada jin kafir dan Islam, tergantung bagaimana kita memanfaatkanya. Kalau bingung, bandingkan dengan internet, apa bisa disensor oleh inder kita? Tentu tidak, yang ada, kita tahu apa saja yang bisa kita dilakukan dengannya, mau pornografi, atau diskusi seperti ini? Nabi Sulaiman terkenal sebagai pemanfaat teknologi tinggi, kalau mau disimak. Kalau anda ngotot dengan ide memedi, ya memang susah. Karena untuk sampai percaya ke arah itu saja susahnya bukan main, seperti mau percaya sama tuhan itu saja. Kalau sudah percaya, yang tentu sudah tidak pakai otak lagi, ya susah mau pakai otak. Berat memang orang yang sudah terlatih untuk percaya dengan doktrin fikih, tauhid, tasauf dan sejenisnya seperti yang disponsori oleh para ulama ratusan tahun setelah Muhamad mati tersebut. Lihat saja apa yang Suharto bisa buat dalam 30 tahun. Begitu pula sebaliknya. Kita semua perlu latihan, untuk mencapai suatu tujuan, setelah memalui proses mencari tahu, dan yang penting: mau.

Lihat bagaimana tauhid mengacaukan konsep Quran dengan satuan pahala-dosanya. Misalnya ada orang mau tobat korupsi. Dia ya berhenti korupsi (mungkin capek, mau istirahat sebentar), tapi dia tidak mengembalikan jarahannya. Dia kemungkinan besar akan menyumbang pada yayasan, atau kalau perlu buat yayasan baru, selain mendapat pahala buat 'mengimbangi' dosanya, mungkin dia bisa dapat untung dari yayasannya. Ini ya model Suharto-lah. Sudah jelas kalau sudah janji melontar jumrah, ya berhenti dari kegiatan negatif itu dan mengerahkan perhatiannya untuk mereparasi apa yang sudah dirusaknya. Ini yang dimaksud keadilan, bukan plus minus satuan dosa pahala.

Tuhan maha esa, ajaran tuhan adalah pemersatu ide, universal, ajaran yang memperkenalkan nilai mutlak positif dan negatif prilaku manusia.

Tuhan maha kuasa, ajaran tuhan sangat berpotensi sebagai pemberi solusi terhadap tantangan manusia yang hidup di alam ini, very powerful.

Tuhan maha melihat, ajaran tuhan membentuk diri dan masyarakat yang sangat peka. Hingga kesalahan kecil di otak saja sudah bisa ditalangi. Tidak perlu harus sampai terjadi. Seperti di awal tulisan, di mata tuhan, miskin-kaya sama saja. Maksunya ya dengan sudut pandang ajaran tuhan kita harus berusaha mendekatkan jurang kaya-miskin. Bengan membantu yang lemah tentunya, bukan dengan akal bulus komunis-kapitalis. Naif sekali melihat orang dilahirkan bisa mendapatkan kesempatan yang sama dengan sendirinya. Harus ada usaha untuk membantu yang lemah secara aktif.

Tuhan maha pemurah dan penyayang, ajaran tuhan pembentuk kehidupan yang didasari penghormatan kepada manusia lain, tidak memperlakukan manusia lain sebagai alat atau objek. Menjunjung nilai moral yang sangat tinggi. Kalau tuhannya yang pemurah dan penyayang, kok orang harus dihukum.

Katanya segala sesuatu ditentukan tuhan, lahir, jodoh, kematian, sudah ada takdirnya. Nah kalau orang sudah ditakdirkan sudah jadi bandit, kok harus diadili dan dihukum? Berarti kita tidak boleh menyeret Suharto ke pengadilan dong.

Istilah takdir memang sudah sangat menyimpang. Takdir harus dimengerti ulang sebagai hasil akibat dari suatu sebab. Sehingga, takdir tuhan, dapat dimengerti sebagai, kepastian ajaran tuhan tentang konsekwensi prilaku manusia atas pilihan kehidupannya sendiri.

Suharto sekarang berada di alam barzakh. Fase perantara. Akhir fase kekuasaan legalnya sudah berakhir. Terserah pada kita, masyarakat sendiri, termasuk konco-konconya pelindungnya, untuk membuktikan tangannya agar mengaku berlumuran darah dan sangat kotor (kalau mau versi seremnya: tangannya biar keluar mulut yang bisa komat-kamit bilang sendiri 'saya mengorder pembantaian massal seluruh Indonesia dan saya menjarah hak bangsa saya'). Kalau mau ikut ajaran positif tuhan, ya sudah, lepaskan temptation uang Suharto pengadu domba, jangan biarkan dia memanfaatkan uangnya untuk kabur seperti Edy Tanzil, atau meneruskan skenario darurat militernya.

Quran bilang, neraka itu bahan bakarnya manusia. Jelas yang dimaksud di sini, ya hasil kekacauan sistem masyarakat itu karena dukungan masyarakat itu sendiri. Contohnya budaya yang super mengakar di masyarakat kita: korupsi, kolusi, nepotisme. Hebat sekali Suharto, bisanya menyemai dan memelihara benih seperti itu selama 3 dekade, kini kita kebagian hasil tuaiannya.

Quran bilang di syurga itu kita bisa memetik buah, sambil berbaring lagi. Gaya bener, seperti orgy orang Romawi dong. Di mana maksudnya, saya tebak para netter sudah pada tahu: dalam sistem masyarakat yang indah menurut ajaran positif tuhan, akan sangat mudah kita mencapai hasil usaha kita, tidak seribet sekarang, mau tidak korupsi, malah ditertawakan.

Ya sudah, saya hanya ingin merangsang orang berfikir saja dengan mengajukan beberapa contoh petikan buah arti bacaan beberapa kitab yang dianggap suci. Saking sucinya sampai jarang sekali disentuh. Terus terang ya saya baru belajar. Saya sendiri masih harus berani untuk jihad melontar jumrah saya sendiri yang berton-ton. Silahkan meneliti sendiri. Mungkin malah kita bisa sama-sama. Saya dengan senang hati dikritik, biar saya sendiri bisa tahu kesalahan saya. Asal dengan otak saja, tidak dengan hati (percaya, yakin, mistik, lelembut dan sebagainya), ingat kita harus mempertahankan logika berfikir kita. Hanya itu yang tersisa pada kita.

1 comment:

  1. Banyak elemen tulisan ini telah di-abrogasi oleh penulis, setelah dia total murtad. Silahkan kunjungi kesaksiannya di:

    http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?f=79&t=33037

    ReplyDelete